BERDOA sebelum melakukan jima, itu memiliki banyak sekali manfaat. Seperti dikutip dari Konsultasi Syariah, manfaat yang pertama adalah sebagai tabir aurat manusia dari pandangan jin
“Tabir antara pandangan mata jin dengan aurat bani adam (manusia) adalah apabila seseorang melepas pakaiannya, dia membaca: bismillah. (HR. Ibnu Adi, at-Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath – al-Mathalib al-Aliyah, al-Hafidz Ibnu Hajar, no. 37).
Kedua, Anak hasil hubungan intim tersebut akan dilindungi oleh Allah
“Jika salah seorang dari kalian (suami) ketika ingin menggauli istrinya, dan dia membaca doa:
“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami.”
Jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.” (HR. Bukhari 141 dan Muslim 1434)
Namun, bagaimana jika lupa?
Jika lupa, kesempatan mendapatkan manfaat di atas menjadi hilang. Hanya saja, doa ini tidak wajib, dan juga tidak ada kaffarah jika ditinggalkan. Sementara itu tidak ada anjuran untuk berdoa di tengah jima atau setelah jima.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
Doa ini anjuran dan tidak wajib. Karena itu, siapa yang meninggalkannya, meskipun sengaja, tidak berdosa. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 146507)
Jika dari hubungan itu Allah takdirkan jadi anak, apakah buah hatinyanya akan menjadi durhaka?
Salah satu cara untuk melindungi anak dari godaan setan, adalah dengan membaca doa sebelum melakukan jima.
Hanya saja perlu dipahami, bahwa itu hanya salah satu sebab. Artinya, masih ada sebab lain yang membentuk karakter seorang anak.
Ulama menegaskan bahwa hadis ini tidaklah menunjukkan bahwa setiap anak terlahir dari hasil hubungan badan yang sebelumnya diawali dengan doa, dia akan menjadi manusia yang makshum, terbebas dari setiap dosa dan godaan setan.
Karena setiap kejadian ada sebab dan ada penghalang. Usaha orang tua, yang berdoa ketika hendak berhubungan badan, merupakan salah satu sebab agar anak tersebut selamat dari godaan setan. Akan tetapi, dalam perjalanan hidupnya, terdapat banyak penghalang dan sebab lainnya, yang membuat anak ini tidak bisa bersih dari godaan setan, sehingga dia melakukan kemaksiatan. (Taisirul Alam Syarah Umdatul Ahkam, 1/588)
Karena itu, bukan jaminan bahwa setiap anak yang terlahir dari hubungan badan yang diawali dengan doa, pasti akan menjadi anak yang soleh. Demikian pula sebaliknya, bukan jaminan, setiap anak yang terlahir dari hubungan badan tanpa diawali doa, atau bahkan terlahir dari hubungan haram (zina), pasti akan menjadi anak setan, atau bala tentara iblis.
Diantara usaha yang bisa dilakukan orang tua adalah memperhatikan pendidikan selama masa tumbuh kembang anak. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. at-Tahrim: 6)
Termasuk mendoakan agar keluarga selalu mendapat penjagaan, dan diberi hidayah. Seperti doa yang Allah sebutkan di surat al-Furqan ketika Allah bercerita tentang karakter ibadurrahman,
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan: 74). Wallahu a’lam. []
Sumber: Konsultasi Syariah.