Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
USTADZ, apa hukumnya bagi seorang laki-laki yang—maaf—memegang kemaluannya namun tidak terjadi ejakulasi sehingga tidak ada yang keluar, apakah dia wajib mandi? Jika dia melakukan hal yang sama, akan tetapi beberapa saat kemudian keluar beberapa tetes kecil, apa hukumnya?
CF
Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kami kutip dari islamqa.ca.,
Pertama: Jika seseorang merasakan mani telah keluar saat syahwat tanpa jimak, lalu dia memegang kemaluannya dan tidak ada yang keluar darinya, maka dia tidak wajib mandi berdasarkan pendapat jumhur ulama. Berbeda dengan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad rahimahullah.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika seseorang merasa mani hendak keluar, lalu dia memegang kemaluannya, sehingga tidak ada yang keluar, maka dia tidak diwajibkan mandi. Ini merupakan pendapat mayoritas ahli fiqih. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengaitkan kewajiban mandi dengan melihat adanya air mani. Berdasarkan sabdanya, “Jika engkau melihat air mani dan jika keluar air mani, maka mandilah.” Maka hukum tidak tetapi kecuali dengannya. (Al-Mughni, 1/128)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang mencium isterinya, lalu dia merasa mani akan keluar, kemudian dia menggenggam kemaluanya sehingga tidak ada yang keluar sedikitpun, dan tidak diketahui ada yang keluar setelah itu, maka dia tidak wajib mandi karenanya menurut mazhab kami. Pendapat ini pula yang dipakai oleh mayoritas ulama kecuali Imam Ahmad, dia berkata, menurut salah satu pendapatnya yang lebih terkenal, wajib mandi. Dia berkata, ‘Tidak mungkin mani dapat kembali lagi.’ Dalil kami adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ‘Mandi junub itu karena keluar air (mani).” Juga karena para ulama sepakat bahwa orang yang merasakan terjadinya hadats seperti suara di dalam perut atau angin, lalu tidak ada yang keluar darinya, maka dia tidak harus berwudhu lagi. Demikian pula halnya masalah ini.” (Al-Majmu, 2/159)
Pendapat jumhur ulama adalah yang lebih kuat berdasarkan dalil-dalil yang mereka sebutkan.
Penting kami ingatkan bahwa perbuatan ini, yaitu menahan keluarnya mani, sangat berbahaya.
Syekh Ibnu Utsaiin rahimahullah berkata, “Apakah mungkin mani dapat berpindah tanpa keluar?” Ya, mungkin. Yaitu juga kemaluannya digenggam agar tidak keluar hingga syahwatnya kendur. Perkara ini, walaupun dikatakan sebagai contoh oleh para ahli fikih, akan tetapi dia sangat berbahaya sekali. Para ahli fikih tersebut sekedar memberikan contoh sebagai gambaran, tidak membicarakan halal haramnya. Sebagian ulama berkata, “Tidak wajib mandi jika maninya telah berpindah. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, dan inilah yang benar.”
(Asy-Syarhul Mumti, 1/280)
Adapun jika maninya keluar, maka wajib mandi, walaupun keluarnya setetes.
Dari sini diketahui bahwa tidak ada perbedaan di antara ulama tentang wajibnya mandi junub bagi mereka yang keluar mani, jika keluarnya memancar diiringi syahwat. Hal ini dapat terjadi pada mereka yang menggenggam kemaluannya saat mani hendak keluar, kemudian akhirnya maninya keluar juga setetes atau dua tetes, walaupun setelah beberapa saat. (Lihat Al-Mughni, 1/268)
Al-Lajnah Ad-Daimah pernah ditanya tentang keluarnya setetes mani yang diiringi syahwat.
Mereka menjawab, “Jika mani keluar dengan memancar serta diiringi syahwat, walau keluarnya setetes dan tanpa jimak maka wajib mandi, tidak cukup berwudu, tapi harus mandi junub.” (Fatawa Lajnah Daimah, 5/303)
Kedua: Jika terjadi jimak, maka dia wajib mandi walaupun tidak keluar mani, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَغَابَت الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ ، أَنْزَلَ أَوْ لَمْ يُنْزَلْ (حسنه الألباني في صحيح الجامع 379 )
“Jika dua kemaluan telah bertemu dan masuk kedalam, maka dia telah wajib mandi, keluar mani atau tidak keluar.” (Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Jami, no. 379). Wallahua’lam. []