Oleh: Henny Ummu Ghiyas Faris
Penulis Buku Antologi “The True Hijab” dan “Puzzle Dakwah”
KASUS perceraian terus terjadi, mendengar kata ‘perceraian’ saja, sudah membuat banyak orang bergidik sedih. Apalagi jika kejadian dalam rumah tangganya, jangan sampai terjadi. Berbicara soal perceraian, banyak orang beranggapan perceraian adalah kisah tragis dalam hidup seseorang yang sudah menikah. Namun ternyata, ada lagi yang lebih tragis dari perceraian, yaitu bercerai saat tengah hamil. Duh, miris sekali rasanya jika sepasang suami istri harus bercerai di saat si istri sedang hamil.
Dikutip dari antaranews.com (7/7/2018) Pengadilan Agama Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, mencatat angka perceraian hingga pertengahan tahun ini mencapai 447 kasus, dan sebagian besar di antaranya dipicu penggunaan media sosial yang kurang bijak. Pasangan suami-istri aktif menggunakan media sosial hingga melupakan tugas dan kewajiban masing-masing. Status dan komentar romantis, serta komunikasi secara sembunyi-sembunyi menjadi pemicu kecemburuan dan pertengkaran hingga akhirnya berujung cerai.
Hal yang sama terjadi juga di Pengadilan Agama Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mencatat kasus perceraian yang terjadi selama beberapa tahun terakhir banyak diakibatkan oleh media sosial. Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Karawang Abdul Hakim mengatakan pemicu perceraian tidak melulu karena faktor ekonomi, penggunaan media sosial juga bisa memicu perceraian pasangan suami-istri. Menurutnya juga sesuai dengan pembuktian dalam persidangan kasus perceraian di Pengadilan Agama Karawang, cukup banyak pasangan suami-istri bercerai karena kecemburuan yang bermula dari pertemanan di media sosial. (antaranews.com 9/9/2018)
BACA JUGA: Pengadilan Agama Karawang: Banyak Kasus Perceraian Dipicu Medsos
Melihat fakta di atas tentu saja membuat kita prihatin, selama ini perceraian terjadi dilekatkan dengan faktor ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dari fakta di atas media sosial pun menjadi pemicu terjadinya perceraian.
Akar Masalah
Mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang bahagia dan harmonis menjadi dambaan semua orang. Tak pernah ada yang berharap mengalami keretakan kehidupan rumah tangga yang telah mereka bina.
Menurut syariat Islam, cerai adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. Dengan adanya perceraian ini, maka gugurlah hak dan kewajiban mereka sebagai suami dan istri. Artinya, mereka tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, menyentuh atau berduaan, sama seperti ketika mereka belum menikah dulu.
Jika ditelaah berbagai persoalan perceraian yang makin marak terjadi bukan fenomena tunggal tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya :
Pertama, merosotnya pemahaman agama yang menyebabkan keimanan masyarakat juga semakin menipis sehingga terkena godaan syetan laknatullah
Tidak ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala jika melakukan hal yang terlarang, padahal keimanan adalah garda terdepan sebagai rem bagi seseorang ketika akan melakukan hal yang terlarang seperti kemaksiatan. Sebagai contoh : ketika pasangan yang sudah menikah melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh syariat, termasuk menjalin hubungan/berpacaran dengan yang bukan pasangan halalnya. Lebih parahnya jika hubungan tesebut sudah menjurus pada mesum seperti berduaan, berciuman, dan lain-lain.
BACA JUGA: Suami Jarang Beri Nafkah Batin, Apa Boleh Minta Cerai?
Kedua, kurangnya pemahaman tentang batasan syariat
Sarana teknologi (perkembangan internet) dewasa ini membuka akses seluas-luasnya bagi semua pihak untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tersebut dengan mudah, murah dan cepat. Canggihnya dunia digital sekarang, setiap alat teknologi yang dibuat akan memiliki dua akibat yaitu baik dan buruk. JIka medsos ini sebagai pemicu terjadinya perceraian, maka setiap orang harus memahami batasan-batasannya sesuai syariat (halal dan haram).
Islam menetapkan aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan kesuciannya. Aturan itu juga berfungsi untuk mencegah perzinahan dan sebagai tindakan prefentif terjadinya kerusakan masal. Di antaranya, Islam mengharamkan ikhtilath (bercampur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat), khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan), menundukkan pandangan, meminimalisir pembicaraan dengan lawan jenis sesuai dengan kebutuhan. Aturan-aturan ini menjadi kaidah yang penting untuk kebaikan semuanya.
Ketiga, sistem kehidupan yang diterapkan saat ini, baik di Barat maupun di negeri-negeri kaum Muslim
Sistem Kapitalisme, dengan azas manfaatnya (naf’iyyah), telah melahirkan kebebasan bertingkah laku (hurriyyah syakhshiyyah), kebebasan berekspresi (hurriyah ta’bîr), kebebasan beragama (hurriyah tadayyun), kebebasan memiliki (huriyyah tamalluk) di tengah-tengah masyarakat. Inilah sistem yang paling bertanggungjawab terhadap lahir dan berkembangnya fenomena saat ini.
Islam Menyelamatkan Manusia
Masalah dalam kehidupan berumah tangga memang pasti ada. Namun, sebagai pasangan suami istri yang telah berkomitmen di hadapan Allah haruslah berusaha untuk menyelesaikan segala permasalahan rumah tangga bersama-sama. Sayangnya, dewasa ini makin banyak pasangan suami istri yang merasa bahwa permasalahan mereka tidak akan terselesaikan kecuali dengan bercerai.
Islam memang mengizinkan perceraian, tapi Allah membenci perceraian itu. Itu artinya, bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya. Dalam surat Al-Baqarah ayat 227 disebutkan, “Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Saat ini ketakwaan individu dan masyarakat tidak terjaga di sistem sekuler kapitalis yang serba boleh dan bebas. Untuk itu penyelamat dari berbagai fenomena saat ini adalah Islam. Karena dalam Islam ; individu, masyarakat, dan negara menjadikan Islam sebagai dasar kehidupan dalam bermasyarakat maupun bernegara, maka fenomena perceraian sebagaimana yang marak saat ini tidak terjadi. Interaksi di tengah-tengah masyarakat yang melibatkan laki-laki dan perempuan juga diatur sedemikian, sehingga berbagai pintu yang menjurus pada kemaksiatan tertutup rapat.
Jelaslah bahwa masyarakat, harus sadar agar kembali kepada Islam dan membuang jauh-jauh ide-ide kebebasan.yang telah terbukti tidak membawa kebaikan. Hanya Islam saja yang menjadi jalan keselamatan umat manusia, bukan yang lain. Waallahu a’lam bish-Shawaab. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.