BAGAIMANA jika seorang suami mengalami impotensi? Bagaimana Islam mengatur masalah dalam rumah tangga ini?
Al-Imam Muslim berkata dalam Shahih-nya :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَاللَّفْظُ لِعَمْرٍو قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ امْرَأَةُ رِفَاعَةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كُنْتُ عِنْدَ رِفَاعَةَ فَطَلَّقَنِي فَبَتَّ طَلَاقِي فَتَزَوَّجْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الزَّبِيرِ وَإِنَّ مَا مَعَهُ مِثْلُ هُدْبَةِ الثَّوْبِ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَتُرِيدِينَ أَنْ تَرْجِعِي إِلَى رِفَاعَةَ لَا حَتَّى تَذُوقِي عُسَيْلَتَهُ وَيَذُوقَ عُسَيْلَتَكِ……….
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Amru An-Naaqid dengan lafadh dari ‘Amru, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Az-Zuhriy, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah, ia berkata : Suatu ketika istri Rifaa’ah menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata : “Aku adalah istri Rifaa’ah, kemudian ia menceraikanku dengan talak tiga. Setelah itu aku menikah dengan ‘Abdurrahman bin Az-Zubair, akan tetapi sesuatu yang ada padanya seperti hudbatuts-tsaub (ujung kain)”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersenyum mendengarnya, lantas beliau bersabda : “Apakah kamu ingin kembali kepada Rifaa’ah? Tidak bisa, sebelum kamu merasakan madunya dan ia pun merasakan madumu….” [Shahih Muslim no. 1433].
BACA JUGA: Apa Hukum Suami Istri Tidur dalam Keadaan Telanjang? Apakah Harus Mandi Wajid Setelahnya?
Hudbatuts-tsaub maknanya adalah kemaluan suami lembek/lunak seperti ujung kain, sehingga tidak bisa memuaskan [An-Nihaayah].
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa tuntutan pemenuhan ‘nafkah biologis’ (= jima’) seorang istri kepada suaminya merupakan suatu hal yang lumrah, diperbolehkan, dan bahkan disyari’atkan. Dengan adanya ikatan pernikahan, seorang istri mempunyai hak dari suami atas nafkah jima’ dan bersenang-senang.
Lantas bagaimana halnya apabila suami tidak dapat memenuhi karena adanya gangguan atau penyakit seperti impotensi dan semisalnya ? Para ulama telah membahas hal ini.
Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata saat membahas cacat yang dapat membatalkan nikah :
فاختلف الفقهاءُ فى ذلك، فقال داود، وابنُ حزم، ومَنْ وافقهما: لا يُفْسَخْ النكاحُ بعيب ألبتة، وقال أبو حنيفة: لا يفسخ إلا بالجَبِّ والعُنَّةِ خاصة. وقال الشافعى ومالك: يُفْسَخُ بالجنونِ والبَرَصِ، والجُذامِ والقَرَن، والجَبِّ والعُنَّةِ خاصة، وزاد الإمام أحمد عليهما: أن تكونَ المرأة فتقاءَ منخرِقة ما بينَ السبيلين، ولأصحابه فى نَتَنِ الفرج والفم، وانخراقِ مخرجى البول والمنى فى الفرج، والقروح السيالة فيه، والبواسير، والنَّاصور، والاستحاضة، واستطلاقِ البول، والنجو، والخصى وهو قطعُ البيضتينِ، والسَّل وَهو سَلُّ البيضتين، والوجء وهو رضُّهما، وكونُ أحدهما خُنثى مشكلاً، والعيبِ الذى بصاحبه مثلُه مِن العيوب السبعة، والعيبِ الحادث بعد العقد، وجهان.
وذهب بعضُ أصحابِ الشافعى إلى ردِّ المرأة بكُلِّ عيبٍ تُردُّ به الجاريةُ فى البيع وأكثرُهم لا يَعْرِفُ هذا الوجهَ ولا مظِنَّتَه، ولا مَنْ قاله. وممن حكاه: أبو عاصم العبادانى فى كتاب طبقات أصحاب الشافعى، وهذا القولُ هو القياس، أو قولُ ابن حزم ومن وافقه.
وأما الاقتصارُ على عيبين أو ستة أو سبعة أو ثمانية دون ما هو أولى منها أو مساو لها، فلا وجه له،
“Para fuqahaa telah berbeda pendapat tentang hal tersebut. Abu Daawud, Ibnu Hazm, dan yang sependapat dengan mereka berdua berkata : ‘Tidak boleh dibatalkan sama sekali pernikahan dengan sebab adanya cacat’. Abu Haniifah berkata : ‘Tidak boleh dibatalkan kecuali suaminya terpotong kemaluannya (dikebiri) dan impoten’. Asy-Syaafi’iy dan Maalik berkata : ‘(Pernikahan) dibatalkan dengan sebab gila, kusta, lepra, qaran (= semacam kelainan dari kemaluan seorang wanita akibat adanya daging tumbuh atau semacamnya sehingga tersumbat yang mengakibatkan tidak bisa melakukan jima’), terpotong kemaluannya, dan impoten’.
BACA JUGA: Suami Istri Nikmati Jima, Ini 5 Tipsnya
Al-Imam Ahmad menambahkan dari yang telah disebutkan keduanya : ‘Jika si wanita mempunyai kelainan pada kemaluannya karena sobek pembatas antara dua lubang (qubul dan dubur)’. Dan menurut shahabat-shahabatnya termasuk bau busuk yang keluar dari farji dan mulut, robeknya saluran kencing dan mani pada kemaluan, luka nanah pada kemaluan, wasir, sembelit, istihadlah, kencing terus-menerus, najwu (= penyakit/kelainan pada perut sehingga mengeluarkan bau busuk dan kotoran), khashaa (terpotong buah dzakarnya), tidak memiliki buah dzakar, waj’u (buah dzakarnya hancur/rusak), berkelamin ganda, dan cacat-cacat lain yang sejenis dengan tujuh cacat ini yang ada pada suami/istri.
Sedangkan cacat yang terjadi setelah ‘aqad, ada dua pendapat. Sebagian shahabat Asy-Syaafi’iy berpendapat untuk mengembalikan wanita (kepada keluarganya) untuk setiap cacat yang ada yang mana jika cacat itu ada pada seorang budak wanita, boleh dikembalikan kepada tuannya.
Kebanyakan shahabat Asy-Syaafi’iy tidak mengetahui alasan dan dalil pendapat ini dan tidak mengetahui siapa yang mengatakannya. Dan dari yang dikatakan Abu ‘Aashim Al-‘Abbaadaaniy dalam kitab Thabaqaat Asy-Syaafi’iy, pendapat ini merupakan hasil dari qiyas, atau pendapat Ibnu Hazm dan orang yang sependapat dengannya. []
BERSAMBUNG | SUMBER: ABUL-JAUZAA