IHTILAM atau mimpi basah biasanya hanya terjadi pada para pemuda yang baru akil baligh. Tapi bagaimana jika ternyata masih terjadi pada seorang suami yang sudah tahunan menikah?
Mimpi basah, sebagaimana namanya, terjadi di luar kesadaran manusia. Dan ini bagian dari tabiat manusia. Hanya saja, besar kecil intensitasnya berbeda, tergantung usia, makanan, status pernikahan, dan kondisi tubuh.
Dalam sebuah penelitian dinyatakan, bahwa remaja bisa mengalami mimpi basah 2 kali sepekan. Sementara orang tua yang usianya di atas 50 tahun, terkadang hanya bermimpi kurang lebih 4 kali dalam setahun. Demikian pula, pemuda yang belum menikah lebih sering mimpi basah dari pada pemuda yang telah menikah.
BACA JUGA: Hubungan Suami Istri Jadi Sedekah, Jika …
Realita ini menunjukkan bahwa bisa saja seorang lelaki yang sudah menikah mengalami mimpi basah. Dan sekali lagi, ini bagian dari tabiat manusia.
Tidak Ada Dosa Dalam Tidur
Perbuatan apapun yang dilakukan orang tidur, tidak dinilai sebagai dosa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut, ‘pena catatan amal dicabut.’ Karena perbuatan orang yang tidur, statusnya sama dengan perbuatan yang dilakukan tanpa sadar.
Dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Pena catatan amal diangkat dari 3 orang: Orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia baligh, dan orang gila sampai dia sadar,” (HR. Ahmad 25431, Nasai 3432, dan yang lainnya).
Dalam Fatwa Islam dijelaskan hadis di atas,
والنائم لا يعقل مما يفعل شيئاً فهو ممن رفع القلم عنه ، والحلم يقع من النائم فالحلم مما يعفى عنه
Orang yang tidur kondisinya tidak sadar terhadap apapun yang dia lakukan. Sehingga dia termasuk orang yang diangkat darinya pena catatan amal. Karena mimpi basah itu terjadi pada orang yang tidur, maka mimpi basah termasuk perbuatan yang dimaafkan.
Diantara dalil bahwa mimpi basah tidak berdosa, Allah ta’ala menjadikan mimpi basah sebagai tanda baligh. Allah berfirman, menjelaskan adab ketika seseorang masuk ke kamar orang tuanya,
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا
“Apabila anak kecil diantara kalian telah mengalami mimpi basah, hendaknya dia minta izin…” (QS. An-Nur: 59).
Andai mimpi basah itu sesuatu yang terlarang, tentu Allah tidak akan menjadikannya tanda baligh yang itu pasti dialami setiap manusia. Sehingga ada perbuatan manusia yang dilakukan tanpa sadar dan suatu keniscayaan, namun dia mendapat dosa atas perbuatan itu. Dan ini tidak mungkin.
BACA JUGA: Apa Kata 4 Mazhab soal Hubungan Suami Istri saat Haid?
Kedepankan Husnudzan (Berbaik Sangka)
Pada sebagian keluarga, kasus semacam ini terkadang menjadi sumber masalah di tengah keluarga. Sehingga yang terjadi, saling menyalahkan. Ada sebagian istri yang merasa bersalah ketika suaminya mimpi basah. Dia menganggap dirinya tidak bisa memuaskan suaminya, sehingga suami harus mengeluarkan mani melalui mimpi basah.
Sebaliknya ada sebagian istri yang menuduh suami dengan tuduhan yang sama sekali tidak pernah dia lakukan. Sehingga istri menyalahkan yang tidak bersalah. Karena itu, apapun mimpi yang dialami suami maupun istri, jangan jadikan itu sebagai sumber petaka bagi keluarga.
Semoga Allah memberikan keberkahan bagi keluarga kaum muslimin.
Allahu a’lam. []
Disarikan dari pemaparan Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)