YANG namanya lelaki, bisa jadi syahwatnya memuncak dan tidak tertahankan ketika ada pemacunya. Apalagi di zaman sekarang ini dengan fitnah wanita yang tidak terbendung lagi. Bagi sebagian laki-laki, jika tidak terpenuhi ia akan tidak konsentrasi, pikiran jumud dan susah untuk berpikir. Maka seorang laki-laki yang sudah mempunyai istri dianjurkan segera mendatangi istri untuk membuatnya lega dan mendapat pahal akarena menunaikannya pada tempat yang halal.
Namun, bagaimana jika ini terjadi di siang bulan Ramadhan? Ada orang yang sengaja bersafar perjalanan satu atau dua jam, kemudian ia berbuka karena mendapat keringanan dan menunaikan hajatnya kepada istrinya. Bagaimana hukumnya?
Dalam Fatwa Syabakah islamiyah dijelaskan,
Adapun jika bermaksud (sengaja) bersafar agar bisa berjima’ dengan istrinya (di siang hari Ramadhan) maka ulama menegaskan haram bagi seseorang untuk sengaja bersafar karena untuk sekedar ingin berbuka. Karena ini adalah hiilah (tipu daya) untuk menggugurkan kewajiban. Kaidah menurut ulama bahwa hiilah tidak bisa menggugurkan kewajiban dan tidak bisa membolehkan yang haram. Konsekuensi dari kaidah ini, tidak boleh sengaja bersafar karena ingin berjima’ dengan istrinya, jika ia berjima’ maka wajib baginya kafarah dan tidak ada kafarah bagi istrinya dalam keadaan ini yaitu dipaksa.
Bahkan ada pendapat ekstrem yaitu jika terpaksa sekali dan sudah tidak tahan maka ia boleh mendatangi istrinya dan tidak mendapat hukuman kafarah. Ini pendapat yang salah.
Pertanyaan diajukan kepada syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah,
Saudara dengan inisial GSM dari Dammam bertanya: kami berada pada sebuah majlis bersama sebagian ikhwah kami berbincang-bincang mengenai puasa. Salah seorang berkata bahwa jika seseorang sangat ini berjima’ dengan istrinya sedangkan ia berpuasa di siang hari Ramadhan. Maka ia hendaknya berbuka, makan dan minum. Ia akan terbebas dari hukuman kafarah berjima’ di siang hari Ramadhan. Apakah perkataan ini benar?
Beliau menjawab:
Ini adalah perkataan yang batil dan tidak benar. Wajib bagi seorang muslim menjauhi berjima’ di siang hari ramadhan jika ia sehat dan bermukim. Demikian juga istrinya jika sehat dan bermukim. Adapun musafir maka tidak mengapa ia berjima’ dengan istrinya yang bersafar juga. Demikian juga orang yang sakit dengan istri yang sakit juga, jika berat bagi mereka berpuasa. Allahu waliyyut taufiq. (Majmu’ fatawa bin Baz 15/308, syamilah) []
Sumber: muslim afiyah