JILBAB merupakan simbol penting dalam kehidupan wanita muslim, tidak hanya mencerminkan ketaatan pada ajaran agama tetapi juga menjadi identitas dan pernyataan pribadi dalam masyarakat. Di balik kewajiban berjilbab yang kerap dikaitkan dengan nilai-nilai agama, terdapat aspek sosial dan filosofis yang lebih luas dan mendalam.
Bagi banyak wanita Muslim, hijab adalah cara untuk menegaskan kendali atas tubuh mereka dan melindungi diri dari opini yang objektif.
Ini bukan hanya simbol kesopanan tetapi juga bentuk perlawanan terhadap tekanan sosial yang menentukan standar kecantikan dan perilaku. Jilbab menjadi “tameng” yang menjaga integritas pribadi dan menjamin bahwa seorang perempuan dihormati bukan karena penampilannya tetapi karena moralitas dan kecerdasannya.
BACA JUGA: Hukum Shalat Anak Perempuan Tanpa Jilbab
Dari segi sosial, hijab berperan dalam menciptakan ruang aman bagi muslimah di ruang publik. Di banyak masyarakat, jilbab bisa menjadi pernyataan sikap terhadap kapitalisme yang kerap mengeksploitasi tubuh perempuan. Jilbab menyampaikan pesan nilai-nilai kekeluargaan, komunitas, dan rasa hormat yang besar terhadap peran perempuan dalam membentuk peradaban.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hijab juga menghadapi tantangan dan stereotip, terutama di negara-negara non-Muslim. Jilbab sering disalahartikan sebagai simbol penindasan atau keterbelakangan, padahal bagi banyak perempuan, jilbab merupakan bentuk pembebasan dari pandangan yang dangkal.
Seperti Apakah Identitas Yang Dikonstruksi Melalui Hijab?
Identitas yang dikonstruksi melalui hijab melahirkan berbagai dinamika dalam kehidupan sehari-hari. Banyak muslimah yang berjilbab mengaku merasa lebih percaya diri dan terlindungi saat berinteraksi dengan masyarakat.
Jilbab memberi mereka kemampuan untuk menjadi diri mereka sendiri tanpa harus memenuhi harapan masyarakat modern yang seringkali tidak realistis.
Pada akhirnya, hijab adalah pilihan yang disengaja. Ini adalah pilihan yang mencerminkan keinginan untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan moral, sekaligus menegaskan hak atas pengakuan dan rasa hormat.
Bagi para muslimah, hijab bukan sekadar jilbab, namun juga merupakan falsafah hidup yang memperkaya rasa jati diri dan eksistensinya di dunia ini.
Jilbab memiliki dua aspek fisik dan spiritual. Jilbab fisik adalah bahan yang menutupi tubuh. Sedangkan jilbab spiritual adalah keadaan dimana perempuan tidak berusaha mengenakan pakaian yang menonjol, dan ini dimaksudkan untuk menekan penyimpangan dan kerusakan akhlak dan perilaku.
Kedua aspek ini dikatakan saling terkait dan saling mempengaruhi. Jilbab jasmani berfungsi sebagai imunitas atau imunitas preventif, dan menjaga jilbab jasmani juga menjaga jilbab rohani.
Ar-Razi berpendapat, perempuan bisa memperlihatkan wajah dan tangannya karena keduanya diperlukan secara fungsional, seperti saat berjualan. Namun menurutnya, tidak diperbolehkan menatap wajah wanita dengan tatapan penuh nafsu. Oleh karena itu, boleh saja memandang wajah seorang wanita, jika tidak ingin melakukan fitnah. (Asghar Ali,88: 2007)
Perlu diperhatikan bahwa adat istiadat tersebut tidak lepas dari batasan prinsip agama dan norma umum. ayat lain pada surah Al-Ahzab:59 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al Azhab : 59)
BACA JUGA: Luar Biasa, Inilah 10 Hikmah Jilbab bagi Muslimah
Sebelum ayat ini diturunkan, cara berpakaian wanita merdeka dan budak, baik yang bagus maupun yang kasar, hampir sama. Karena itu, laki-laki usil kerap melakukan pelecehan terhadap perempuan, terutama yang mereka kenal atau dicurigai sebagai Sahaya. Ayat di atas diturunkan untuk menghindari kebingungan dan menunjukkan kehormatan bagi wanita Muslim.
Tetapi, tidak ada jaminan bahwa pemakai jilbab ini Perempuan shalehah atau begitupun sebaliknya. Karena hijab tidak identik dengan kesalehan atau ketaqwaan seseorang. Ini adalah konstruksi sosial yang memberi “label” pada jilbab. Memakai jilbab itu juga pilihan tetapi, Islam sudah mengatur bagaimana tata cara pergaulan dengan manusia, jadi apabila tidak berhijab maka hendaklah bergaul sesuai dengan syariat Islam. []
REDAKTUR: NISSA RAHMATILLAH | SUMBER: IBIHTAFSIR.ID