PARA ulama sepakat (berijma’) bahwa berjilbab itu wajib. Yang mereka perselisihkan adalah dalam masalah wajah dan kedua telapak tangan apakah wajib ditutupi.
Telah jauh berbeda jika dibandingkan dengan era 60-80an, ketika itu jilbab merupakan sesuatu yang sangat tabu, tidak banyak muslimah yang mengenakannya, karena memang dilarang oleh pemerintah yang berkuasa saat itu, resikonya pun cukup berat. Dikucilkan dari masyarakat dan atau dianggap ‘sesat.’
Namun, seiring berjalannya waktu, dan dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh para aktivis dakwah, lambat laun, jilbab mulai marak dikenakan oleh para muslimah di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. Terlebih dengan munculnya brand-brand terkenal yang memasarkan jilbab dengan beragam corak, warna, bahan, dan desain yang menarik.
BACA JUGA: 6 Manfaat Kenakan Jilbab
Meski secara kuantitas dapat dibilang baik, namun belum secara kualitas. Sebagian muslimah belum memahami benar esensi berjilbab, sehingga pada prakteknya, jilbab hanya dianggap sebagai aksesoris belaka dan penambah daya tarik. Buktinya dapat ditemukan di sekitar kita.
Sebagian muslimah, terutama remaja, memakai jilbab yang sulit dibilang syar’ie. Ukurannya yang kecil, bahan yang tipis hingga terlihat transparan, dan terlabih dipadukan dengan baju dan celana jeans ketat sehingga menampilkan lekuk tubuh. Mungkin inilah yang disebut jibsi (jilbab seksi).
Dalam Lisanul ‘Arob, jilbab adalah pakaian yang lebar yang lebih luas dari khimar (kerudung) berbeda dengan selendang (rida’) dipakai perempuan untuk menutupi kepala dan dadanya. Jadi kalau kita melihat dari istilah bahasa itu sendiri, jilbab adalah seperti mantel karena menutupi kepala dan dada sekaligus.
BACA JUGA: Mengenakan Jilbab dengan Baik dan Benar
Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa jilbab adalah pakaian atas (rida’) yang menutupi khimar. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, Al Hasan Al Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim An Nakho’i, dan ‘Atho’ Al Khurosaani. Untuk saat ini, jilbab itu semisal izar (pakaian bawah). Al Jauhari berkata bahwa jilbab adalah “milhafah” (kain penutup).
Berasumsi kepada pemaparan tersebut, hendaknya jilbab tidak hanya sekedar digunakan, namun juga dipahami dari sudut pandang syariat, sehingga para muslimah dapat mengenakan jilbab yang syar’ie, sesuai standar yang Allah tetapkan. []
SUMBER: RUANG MUSLIMAH