Oleh: Fitri Wardani
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta-Ilmu Hadis
SEORANG wanita yang beragama Islam disebut dengan Muslimah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, setiap Muslimah diwajibkan untuk menutup auratnya. Salah satunya dengan memakai jilbab. Yang mana dikatakan bahwa jilbab merupakan simbol keislaman pada diri setiap Muslimah. Seiring perkembangan zaman, saat ini sudah semakin banyak para Muslimah mengenakan jilbab dengan berbagai bentuk. Tradisi berjilbab merupakan fenomena yang kaya makna dan penuh nuansa.
Jilbab berfungsi sebagai bahasa yang menyampaikan pesan-pesan sosial dan budaya. Tradisi berjilbab pada awal kemunculannya sebenarnya merupakan penegasan dan pembentukan identitas keberagamaan seseorang. Dalam perkembangannya, pemaknaan jilbab tersebut mengalami pergeseran makna yang signifikan. Jilbab tidak hanya berfungsi sebagai identitas agama, namun jilbab mulai memasuki ranah sosial, budaya, politik, ekonomi, dan fesyen. Maka dari itu, seiring berkembangnya zaman, jilbab tidak lagi hanya menjadi identitas keberagamaan seseorang namun jilbab juga menjadi identitas budaya atau kultural.
Jika kita lihat di negara kita sendiri, yaitu Indonesia. Semakin banyak perempuan Indonesia mengenakan jilbab dengan beragam macam bentuk. Perspektif mereka mengenai penggunaan jilbab juga berbeda-beda. Menurut Surtiretna dalam tulisan Dadi dan Nova, jilbab adalah busana muslimah, yaitu suatu pakaian yang tidak ketat atau longgar dengan ukuran yang lebih besar yang menutup tubuh perempuan, kecuali telapak tangan sampai pergelangan.
Jilbab adalah bagian dari pakaian Muslimah. Pakaian yang berfungsi menutup aurat perempuan. Namun, selain sebagai penutup aurat, jilbab juga memiliki banyak fungsi lain, seperti yang penulis bahas sebelumnya di atas, bahwa jilbab juga dijadikan sebagai identitas seorang Muslimah dalam keberagamaannya. Selanjutnya, jilbab juga dijadikan sebagai formalitas, status dan peranan, serta untuk menyampaikan perasaan sesuai dengan bentuk dan warna jilbab tersebut.
Penggunaan jilbab di Indonesia terdapat beberapa motif. Berbagai macam motif dalam penggunaannya juga mencerminkan perilaku perempuan pengguna jilbab tersebut. Di antaranya ada tiga macam motif penggunaan jilbab, yaitu:
Pertama, jilbab dengan motif teologis
Mereka mengenakan jilbab dengan alasan kewajiban agama. Mereka memahami bahwa penggunaan jilbab sebagai kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Bentuk jilbab pun sesuai dengan standar-standar syariat, tak hanya menutup rambut dan kepala, tapi juga menutup sampai ke dada. Maka dari itu, banyak perempuan yang mengenakan jilbab serba lebar. Mulai dari mengenakan gamis, baju dengan rok, kerudungnya yang panjang dan lebar hingga warna pakaiannya yang serba gelap.
Biasanya kelompok ini, sering berkumpul dengan temannya yang juga mengenakan model pakaian sejenisnya, mereka tidak banyak berbicara, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak membicarakan hal-hal yang tidak penting, tidak berkumpul dengan lawan jenisnya dalam ruang lingkup yang sempit atau kecil, tidak berduaan dengan lawan jenisnya, dan bicaranya lebih sopan disbanding dengan perempuan lain. Hal itu sering terjadi pada perempuan yang monoton. Ia hanya meyakini bahwa berjilbab yang benar menurut perspektifnya seperti penjelasan di atas tadi, menutup diri dari lingkungan sosial. Namun saat ini, sudah banyak perempuan yang berjilbab lebar lebih terbuka dengan lingkungan sosial, mereka tetap berbaur dengan temannya yang lain namun tetap menjaga kehormatannya sebagai wanita.
Kedua, jilbab dengan motif modis
Jilbab dengan motif modis, jilbab sebagai produk fashion. Berjilbab dengan motif modis ini beralasan bahwa mereka berjilbab karena gaya. Mereka berjilbab dengan mengikuti perkembangan mode. Kebanyakan dari mereka berpakaian ketat, mengenakan celana, namun tetap setia memakai kerudung dengan berbagai model sesuai perkembangan zaman. Tidak lupa pula, dengan menggunakan make up di wajah, seperti bedak padat, eye shadow, eye liner, blush on, serta lipstick yang sedikit ditebalkan. Tujuannya agar dapat menarik perhatian orang lain, terutama kaum lelaki. Pakaian yang mereka kenakan juga beragam, sesuai dengan mode.
Ketiga, jilbab dengan motif psikologis
Jilbab dengan motif psikologis adalah jilbab karena alasan kenyamanan psikologis. Perempuan berjilbab dengan motif psikologis sudah tidak lagi memandang sebagai kewajiban agama, tapi sebagai budaya dan kebiasaan yang bila ditinggalkan akan membuat suasana hati tidak tenang. Mereka mengenakan pakaian yang tidak terlalu ketat dan tidak terlalu lebar juga, biasanya mengenakan rok, baju yang tidak pendek dan tidak juga panjang, dan mengenakan kerudung dengan ukuran sedang. Mereka terbuka terhadap lingkungan sosial, dan lebih beretika jika dibandingkan dengan model jilbab yang kedua. Mereka menganggap bahwa jilbab ideal itu tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, namun dalam ukuran sedang. Mereka tidak terlalu monoton dan juga tidak terlalu fashion, juga terlalu mengikuti perkembangan zaman, mereka berjilbab sekedarnya sesuai dengan kebiasaannya.
Dari penjelasan beberapa motif penggunaan jilbab di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep jilbab didasarkan pada kewajiban agama Islam bagi pemeluknya untuk menutup aurat dengan jilbab, terutama kaum Muslimah. Tidak semua perempuan Muslim mempunyai pemahaman dan kesadaran yang sama mengenai konsep jilbab tersebut. Motivasi perempuan Muslim dalam berjilbab berbeda-beda. Jilbab menjadi medan interpretasi yang penuh makna. []
Referensi: Ahmadi, Dadi. Yohana, Nova. 2007. Konstruksi Jilbab sebagai Simbol Keislaman. Jurnal MediaTor, Vol. 08 No. 02, 235-248.