KITA tahu bahwa melakukan jima atau berhubungan badan ketika haid itu dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Jika kita sampai melakukannya, maka kita memperoleh kaffarat berupa membayar sedekah sebesar satu dinar atau setengah dinar.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, Rasulullah ﷺ memberi komentar tentang orang yang melakukan jima atau hubungan badan ketika istrinya haid, “Dia harus bersedekah satu dinar atau setengah dinar,” (HR. Abu Daud 264 dan dishahihkan Al-Albani).
Ibnu Abbas menjelaskan, “Jika darah haidnya merah maka sedekahnya satu dinar, dan jika darahnya kuning maka sedekahnya setengah dinar,” (HR. Turmudzi 137 dan Al-Albani menilai shahih sampai Ibn Abbas).
BACA JUGA: 2 Waktu Terbaik Jima untuk Suami Istri
Tetapi, tak dapat dipungkiri bahwa masih ada di antara kita yang tidak tahu hukum ini. Sehingga, karena ketidaktahuannya, ia melakukan jima atau hubungan badan dengan istrinya yang sedang haid. Jika demikian, bagaimana hukumnya?
An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu, menjelaskan tentang hukum jima atau berhubungan badan ketika haid, “Orang yang melakukan (jima) hubungan badan ketika haid, karena tidak tahu istrinya sedang haid atau tidak tahu bahwa itu terlarang, atau karena lupa, atau terpaksa, maka dia tidak berdosa dan tidak ada kewajiban membayar kaffarat. Berdasarkan hadis Ibn Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya Allah memaafkan kesalahan umatku karena tidak sengaja, lupa, atau dipaksa.’ Hadis hasan riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi,” (Al-Majmu’, 2: 359).
Maka, dapat kita ketahui bahwa tidak mengapa jika seseorang jima atau berhubungan badan karena ketidaktahuannya. Ia masih bisa dimaafkan. Meski begitu, ilmu itu sangatlah penting.
BACA JUGA: Hukum Suami Menolak Ajakan Istri untuk Berjima
Hukum-hukum besar seperti ini haruslah kita ketahui. Darimana kita mengetahuinya? Tentu saja dengan mencari ilmu, baik itu pergi ke majelis ilmu, membaca atau melihat di saluran televisi yang menyiarkan tentang dakwah. Wallahu ‘alam. []