“DANÂ (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semua-nya, (dan Allah befirman), ‘Hai golongan jin (syetan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia,’ lalu berkatalah katvan-kawan mereka dari golongan manusia, Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah dapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami. ‘Allah befirman, ‘Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain).’Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 128).
Demikian pemahaman ayat di atas menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan dan lainnya, yakni engkau wahai golongan jin telah banyak menyesatkan manusia. Tetapi kemudian kawan-kawan mereka dari golongan manusia menjawab, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah dapat kesenangan dari sebagian (yang lain). Mereka itulah orang-orang yang mengaku mendapatkan karamah dan kewalian!
BACA JUGA:
Jadi, kesenangan jin dari manusia adalah karena ketaatan mereka terhadap apa yang mereka perintahkan, yakni: Kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Ketiga hal itulah yang merupakan tujuan terbesar jin dari manusia. Jika manusia mentaati mereka dalam hal-hal tersebut, berarti manusia telah mewujudkan angan-angan mereka.
Sedangkan kesenangan manusia dari jin yaitu bahwa mereka membantu manusia dalam melakukan maksiat kepada Allah dan dalam menyekutukan-Nya dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Syetan dari golongan jin itu memperdaya manusia, menganggap baik sesuatu yang buruk dan meluluskan sebagian besar keinginan manusia.
Mereka membantu manusia dengan sihir, jimat dan lainnya. Adapun syetan dari golongan manusia maka mereka mentaati berbagai perintah jin tersebut, baik untuk melakukan syirik, kekejian maupun dosa.
Sebaliknya, jin-jin itu mentaati manusia terhadap apa-apa yang mereka inginkan, misalnya memberikan berbagai pengaruh dan mengabarkan tentang hal-hal yang gaib. Dengan demikian, masing-masing menikmati kesenangan dari yang lain.
BACA JUGA:Â Ustadz, Benarkah Ada Jin yang Menetap di Rumah?
Ayat di atas, juga sangat cocok bagi orang-orang yang memiliki keanehan-keanehan syaithani, di mana mereka menganggap telah mendapatkan mukasyafah (ketersingkapan alam batin).
Oleh orang yang bodoh, mereka itu dianggap sebagai wali Allah, padahal sesungguhnya mereka itu adalah wali-wali syetan.Orang-orang itu mentaati para jin dalam hal syirik kepada Allah, maksiat kepada-Nya, keluar dari apa yang de-ngannya para rasul diutus dan karenanya kitab-kitab suci diturunkan.
Adapun para jin, maka mereka mentaati manusia dengan membantu mereka memberikan banyak hal dari berita-berita gaib dan pengaruh-nya. Akhirnya, orang-orang yang sedikit ilmu dan imannya terperdaya dengannya, sehingga mereka setia kepada musuh-musuh Allah, dan memusuhi para kekasih-Nya.
Mereka berbaik sangka kepada orang yang keluar dari jalan dan Sunnah-Nya dan berburuk sangka kepada orang yang mengikuti Sunnah Rasul dan apa yang beliau bawa. Yakni orang-orang yang tidak mengikuti berbagai perkataan yang menyimpang, pendapat-pendapat yang meragukan, kesesatan orang-orang yang keluar dari agama dan kebohongan orang-orang sufi.
Orang yang melihat dan memahami adalah orang yang diberi cahaya iman. Dan orang yang mendapat ma’rifat adalah orang yang mengetahui hakikat apa yang bakal menimpa sebagian besar makhluk, ia seorang yang kritis, tidak memperturutkan kesesatan, dan mengetahui bahwa sebagian besar makhluk termasuk yang dimaksud oleh ayat di atas.
BACA JUGA:Â Jin Tampakkan Diri, Ini Alasannya
Seorang yang fasik merasa senang dengan syetan karena ia menolongnya pada sebab-sebab kefasikan. Sedangkan syetan merasa senang dengan orang fasik karena ia menerima dan mentaatinya, sikap itulah yang membuatnya senang dan gembira. Sedangkan dengan orang musyrik, syetan bergembira karena perbuatan syiriknya dan penyembahannya kepadanya. Sedangkan orang musyrik merasa senang dengan syetan karena ia meluluskan berbagai permintaannya serta selalu menolongnya. []
BERSAMBUNG
Referensi: E-book Manajenen Qalbu/Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah/Darul Falah/2005