KAMI memang terbiasa ngobrol ngalor ngidul ketika dalam perjalanan pulang sekolah. Sadar atau tidak sadar angkutan umum sering digunakan tempat menggosip, curhat dan hal-hal tidak penting lainnya. Tapi tak jarang percakapan itu memiliki arti terselebung. Seperti pada suatu hari, entah dari mana mulainya percakapan itu sampai ke topik tentang hubungan ikhwan dan akhwat. Sebut saja pacaran.
Hal itu memang selalu jadi bahasan menarik untuk kaum muda bukan? Mula-mula teman-temanku membicarakan tentang pacarnya. Kalau membicarakan seperti ini, aku hanya bisa menjadi pendengar. Setelah itu membicarakan orang-orang yang pernah dekat, seperti yang mereka sebut sebagai gebetan atau mantan kekasih.
Salah satu temanku tiba-tiba berujar dengan nada bercanda, “Mantan kekasih itu, adalah jodoh orang lain yang tak sengaja kita nikmati.”
Aku terkejut mendengar pernyataannya. Apalagi dengan kata-kata terakhirnya. Nikmati. Agak sedikit tergelitik mendengar kata itu. Memangnya kueh apa dinikmati?
Aku bertanya-tanya dalam hati. Apanya yang dinikmati dari seorang ikhwan ketika pacaran? Uangnya? Antar jemputnya? Atau kasih sayang-palsunya? Kalau begitu, betapa dangkalnya kenikmatan yang disuguhkan dalam pacaran.
Lalu, aku berpikir bagaimana kalau sebaliknya? Dalam artian seorang akhwat dinikmati ikhwan. Apanya yang dinikmati? Perhatiannya? Jadi pembantu pribadinya? Atau bersentuhan dengannya? Astagfirullah. Aku agak sesak membayangkan yang terakhir itu.
Jika Ikhwan dinikmati, mungkin apa yang dinikmati akan kembali. Tapi bagaimana dengan Akhwat? Apakah mereka tidak berpikir bahwa kewajiban seorang akhwat menjaga kemuliaannya adalah karena yang dimiliki akhwat tidak akan kembali.
Mantan kekasih, adalah jodoh orang lain yang tak sengaja kita nikmati. Lalu apa yang akan kita berikan kepada jodoh kita nanti? Bukan kenikmatan lagi-kah? Apakah kita juga akan rela, jika jodoh kita terlebih dahulu dinikmati oleh mantan kekasihnya, walaupun katanya tak sengaja?
Tentu sebagai manusia biasa, kita akan memilih yang baik-baik. Meskipun mungkin pada kenyataannya kita belum menjadi yang orang yang ‘baik.’ Maka bercermin dan memantaskan diri adalah lebih baik untuk dilakukan saat ini. Terus memperbaikki akhlak agar menjadi jodoh yang pantas bagi jodoh kita nanti.
Allah berfirman dalam surat An-Nur ayat 26:
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” []