POLEMIK mengenai rancangan undang-undang (RUU) perampasan aset mencuat akhir-akhir ini setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD secara langsung meminta Komisi III DPR RI mendukung dan meloloskan RUU ini dalam rapat kerja di Senayan, Rabu (29/3/2023).
Desakan Mahfud ini bukan tanpa alasan. Belakangan diketahui orang nomor 1 di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mendesak RUU ini untuk segera disahkan. Dengan tegas ia mengatakan RUU ini merupakan inisiatif dari pemerintah, dan meminta RUU tersebut agar segera diselesaikan oleh DPR. Pasalnya, RUU ini berperan penting dalam memberantas tindak pidana korupsi atau tipikor di Tanah Air.
“Ini prosesnya sudah berjalan. Saya harapkan dengan UU perampasan aset itu dia akan memudahkan proses-proses utamanya dalam tindak pidana korupsi untuk menyelesaikan setelah terbukti karena payung hukumnya jelas,” kata Jokowi saat melakukan penyerahan Bantuan Tunai Langsung (BTL), dikutip Senin (10/4/2023).
BACA JUGA:Â Bupati Meranti Diduga Korupsi untuk Biaya Maju Pilgub, PKS: Biaya Politik Besar Mesti Dihentikan
Dalam rapat dengan Komisi III tersebut, Mahfud membeberkan alasan mengapa RUU ini harus segera disahkan. Berdasarkan penilaian dan pengalamannya dalam menindak kasus korupsi, upaya tersebut cukup sulit dilakukan. Oleh karena itu, aparat penegak hukum membutuhkan ‘senjata’ untuk mengatasi korupsi. Kepada Ketua Komisi III Bambang Pacul, Mahfud memohon dukungan.
“Tolong melalui Pak Bambang Pacul (Ketua Komisi III) Pak, (Rancangan) Undang-Undang Perampasan Aset tolong didukung,” ujarnya. Sayangnya, Bambang meminta agar Mahfud mendekati satu per satu Ketua Umum partai. Karena menurutnya, keputusan anggota DPR RI ditentukan oleh pandangan partai dimana Ketua Umum memiliki peran penting di dalamnya.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter Kaban mengatakan RUU ini sebenarnya memiliki bentuk draf pada 2015. Draf ini sudah cukup kuat untuk menyita aset-aset pelaku tindak kejahatan yang mencuci uangnya, bukan hanya koruptor tapi termasuk pelaku terrorisme, narkotika, pencurian, hingga penggelapan.
“Kenapa itu perlu didukung pembahasan dan pengesahannya, karena RUU ini akan mempercepat proses perampasan dan pengembalian aset hasil tindak pidana, salah satunya korupsi. Jadi bukan hanya untuk Tipikor berlakunya,” ujar Lola.
Berdasarkan draf yang sudah beredar pada 2015, dia mengatakan RUU Perampasan Aset ini bisa menjadikan aset-aset dalam bentuk kendaraan, properti, serta harta benda lainnya, menjadi objek yang mampu dirampas negara jika diperoleh berdasarkan hasil tindak pidana atau kejahatan.
Namun, Lola mengingatkan, draf terbaru belum dibuka aksesnya oleh pemerintah sehingga bisa saja terjadi penguatan lebih baik atau malah membuka lebar pelemahan terhadap RUU itu. Meski demikian, Lola memastikan bahwa RUU ini turut mempercepat proses hukum perampasan aset hasil tindak pidana.
BACA JUGA:Â Ditahan KPK Jadi Tersangka Korupsi, Bupati Meranti Minta Maaf dan Ngaku Khilaf
Dia mencontohkan, selama ini aset-aset hasil tindak pidana korupsi atau tipikor harus nunggu keputusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap supaya bisa dirampas oleh negara. Prosesnya bisa tahunan, karena bisa digugat oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan ketika proses hukum masih berjalan.
Dengan RUU Perampasan Aset ini, Lola memastikan aset-aset hasil tindak pidana bisa langsung dirampas pada saat keputusan hasil tingkat pertama, yaitu keputusan di pengadilan negeri. Setelah itu, tak akan diberikan kewenangan untuk digugat.
“Prinsipnya dia bisa memotong waktu proses perampasan asetnya. Di draf RUU 2015 kalau enggak salah prosesnya final di tingkat pertama saja, enggak bisa dibanding, enggak bisa dikasasi, pokoknya enggak ada upaya hukumnya,” tutur Lola. []
SUMBER: CNBC