Oleh: Syaiful Anam
Mahasiswa STEI SEBI
leetazuyma@gmail.com
PARA ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli emas secara angsuran. Menurut mayoritas fuqaha (mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali) bahwa jual beli emas secara angsuran itu tidak boleh. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW tentang riba:
“(Penukaran) antara emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam itu harus sama dan dibayar kontan. Jika berbeda (penukaran) barang diatas, maka juallah barang tersebut sekehendak kamu sekalian dengan syarat dibayar kontan.”
Menurut para ulama, emas dan perak adalah alat pembayaran yang tidak boleh di pertukarkan secara angsuran karena hal itu menyebabkan riba.
Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan beberapa ulama kontemporer, jual beli emas secara angsuran itu hukumnya boleh. Karena emas yang ada pada zaman sekarang merupakan barang bukan uang tidak seperti emas yang ada pada zaman dahulu yang merupakan alat pembayaran atau pertukaran, uang.
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
Fatwa DSN memilih pendapat yang membolehkan jual beli emas tidak tunai. Jual beli emas secara tidak tunai baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah (yaitu jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan atau margin yang disepakati) itu hukumnya boleh (mubah/ja’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang) dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo.
2. Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai tidak boleh dijadikan jaminan (rahn)
3. Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud tidak boleh dijual belikan atau dijadikan objek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.
Saat ini masyarakat dunia tidak lagi memperlakukan emas atau perak sebagai uang tetapi memperlakukannya sebagai barang/perhiasan.
Demikian juga, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim menegaskan bahwa jika emas atau perak tidak lagi difungsikan sebagai uang, misalnya telah dijadikan perhiasan, maka emas atau perak tersebut berstatus sama dengan barang.
Sebagaimana dikemukakan diatas, maka saat ini syarat-syarat atau ketentuan hukum dalam pertukaran emas dan perak yang ditetapkan oleh hadist nabi sebagaimana disebutkan tidak berlaku lagi dalam pertukaran emas dengan uang yang berlaku saat ini. []
Kirim tulisan Anda yang sekiranya sesuai dengan Islampos lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word, ukuran font 12 Times New Roman. Untuk semua tulisan berbentuk opini, harap menyertakan foto diri. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.