Oleh: Farhan Rajal Tuha Rea
STEI SEBI Depok
DALAM literasi fikih, terdapat perniagaan karena hukum aslinya adalah halal, maka pengkajian dari para ulama adalah pada beberapa perniagaan yang diharamkan. Dijelaskan dalam kaidah ini alasan-alasan secara global suatu perniagaan itu diharamkan.
Dari Ibnu Al-Imam Rusyd Al Hafidz dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid dan pendapat ulama lainnya menyatakan secara umum bahwa jual beli yang diharamkan karena beberapa alasan yaitu;
Jual Beli yang Diharamkan: Haram karena terdapat unsur riba di dalamnya
Yaitu membarterkan dua objek riba yang didalamnya adalah alat transaksi, makanan pokok, serta bumbu. Ketika alat transaksi seperti emas, perak ataupun mata uang giral secara bebas
BACA JUGA:Â Rukun Jual Beli dalam Islam dan 5 Hikmahnya
Contohnya bila mata uang tersebut serupa jenisnya namun diperdagangkan secara bebas sehingga terjadinya perbedaan nilai mata uang tersebut.
Transaksi ini sering terjadi menjelang lebaran yang mana mata uang seratus ribu rupiah ditukarkan dengan pecahan rupiah yang nominalnya berbeda, maka ini disebut dengan riba nasi’ah.
Demikian pula dengan transaksi lainnya seperti membeli barang dengan pembayaran berjangka. Apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran dari waktu jatuh tempo, maka akan dikenai bunga sekian persennya.
Jual Beli yang Diharamkan: Adanya unsur gharar (Ketidakpastian)
Unsur ini bisa terjadi adanya ketidakpastian antara akad, barang, nilai jual, maupun waktu dan tempat serah terima. Ketidakpastian ini lah yang menimbulkan persengketaan atau perselisihan.
Dan islam tidak memperbolehkan adanya hubungan akad yang menyisakan ruang yang sangat lebar untuk terjadinya perselisihan.
Islam menginginkan setiap akad yang dijalankan adalah akad yang jelas baik itu dari segi objek, waktu, tempat dan lain-lain, sehingga dari transaksi yang dijalankan menghasilkan manfaat kepada pihak yang bersangkutan.
Jual Beli yang Diharamkan: Adanya persyaratan yang menimbulkan terjadinya praktik riba maupun gharar
Salah satu syarat penyebab terjadinya praktik riba adalah jika seseorang yang melakukan transaksi jual beli dengan metode pembayaran berjangka.
Kemudian terdapat persyaratan bahwa ketika terjadi keterlambatan atau melebihi jatuh tempo pada pembayaran, akan dikenakan denda sekian persen. Ini merupakan transaksi yang tidak diperbolehkan, karena persyaratan ini dapat memunculkan adanya praktek riba walaupun pada realisasinya selalu terjadi tepat waktu.
Hal ini sudah cukup sebagai alasan untuk memvonis suatu perniagaan itu haram.
Demikian pula bila ada persyaratan yang menimbulkan nilai-nilai spekulasi yang tinggi. Yaitu, pada transaksi jual beli contohnya jika seseorang membeli sebuah produk, namun terdapat hadiah yang hanya beberapa beruntung yang bisa mendapatkan hadiah tersebut.
BACA JUGA:Â Hukum Jual Beli dengan Sistem Uang Hangus
Transaksi Ini merupakan hal yang diharamkan karena ketika pembeli membeli suatu produk dengan asumsi harapan akan beruntung dan mendapatkan hadiah tersbut, padahal betapa banyaknya orang yang membeli produk tersebut dan justru tidak mendapatkan hadiahnya.
Dengan kata lain, orang tersebut membeli dengan tujuan mendapatkan hadiah, dan hal ini tentu masuk kedalam pintu gharar.
Hal di atas membuktikan bahwa perniagaan yang diharamkan hanya dapat menimbulkan kerugian tanpa adanya manfaat sama sekali bagi yang bersangkutan maupun orang banyak. []
Referensi:
Kitabul Buyu’ Matan Abu Syuja
Syarah dari Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A