SUATU ketika dua orang hamba sahaya yang dimulia-kan Allah SWT hendak meminang seorang putri dari kalangan bangsa Quraisy yang terhormat. Mereka adalah Bilal bin Rabah RA dan Shuhaib Ar-Rumi RA.
Bilal bertindak sebagai juru bicara dan mengajukan pinangan kepada keluarga wanita tersebut agar bersedia menikah dengan sahabatnya, Shuhaib. Salah seorang dari keluarga tersebut bertanya, “Siapakah gerangan kalian berdua ini?”
Bilal menjawab, “Saya adalah Bilal dan ini saudara saya, Shuhaib. Kalian tentu telah mengetahui keberadaan kami. Dahulu kami adalah para budak yang kemudian dimerdekakan oleh Allah SWT. Kami juga dahulu adalah orang-orang tersesat, lalu diberi hidayah oleh Allah SWT. Kami dulunya fakir, lalu dijadikan kaya oleh-Nya. Kini kami menginginkan putri Anda untuk dijodohkan dengan saudaraku. Jika kalian menerimanya, segala puji bagi Allah SWT. Dan jika kalian menolak, Allah Dzat Yang Maha besar.”
Sebenarnya Shuhaib khawatir ketika Bilal mengungkap jati diri mereka yang dahulunya hanyalah hamba sahaya. Apalagi setelah itu Shuhaib melihat para anggota keluarga wanita tersebut saling memandang satu sama lain.
Mereka lalu berkata, “Bilal termasuk orang yang kita kenal kepeloporan, kepahlawanan, dan kedudukannya di sisi Rasulullah SAW. Oleh karena itu, nikahkanlah saudaramu dengan putri kami!”
Mereka menerima pinangan Shuhaib kepada putrinya. Betapa bahagianya Shuhaib mendengar keputusan itu.
Dalam perjalanan pulang, Shuhaib bertanya kepada Bilal, “Mengapa engkau katakan kepada mereka tentang asal usul kita?”
Bilal menjawab, “Diamlah! Aku telah menceritakan hal yang sejujurnya. Dan karena kejujuran itulah yang menjadikan engkau menikah dengannya!”
Sesungguhnya shiddiq (kejujuran) itu membawa pada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. (HR Bukhari dan Muslim).[]