KARENA hidup dan besar di tengah-tengah lingkungan yang selalu memojokkan Islam, Inaya sempat menganggap Islam adalah agama yang statis dan tidak bisa mengikuti zaman.
Kala itu ia juga berpikir Islam tidak masuk akal, tidak praktis, kejam dan ketinggalan zaman. Itulah yang sempat menghambat Inaya untuk mendapatkan hidayah, katanya.
Nama lengkapnya Aasiya Inaya. Gadis India yang pertama kali mengenal dan tahu Islam saat menjadi murid SMA, dimana mayoritas teman sekelasnya adalah muslim.
Di sela-sela istirahat, Inaya sering berdiskusi masalah Islam dengan teman-temannya. Selama diskusi, teman-teman muslimnya mencoba untuk menjelaskan dan meluruskan persepsi yang salah tentang Islam.
“Kala itu saya merasa tidak terlalu yakin meski saya bukan orang yang anti-Islam,” tuturnya.
Setelah lulus sekolah menengah, Inaya melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan hukum. Melalui inilah, untuk pertama kalinya Inaya bisa melihat kebenaran Islam yang sebenarnya.
Saat membahas perbandingan hukum waris, perkawinan dan perceraian dalam Islam dan Hindu, baru Inaya mulai melihat kejelasan agama yang sempat disebutnya ketinggalan zaman itu.
Pendapatnya tentang Islam langsung berubah dalam semalam. Apa yang dulu disebutnya agama statis kini ternyata dinamis.
Hal ini menggelitik hatinya untuk mencari tahu lebih banyak tentang Islam. Dia menghabiskan waktu berjam-jam browsing di Internet dan chatting dengan teman-teman yang dulu pernah berdiskusi soal Islam.
Tentu saja perubahan dirinya itu tidak disukai teman-teman Inaya yang non-muslim. Mereka mengingatkan Inaya akan modus ‘pencucian otak’ yang tujuan utamanya merekrut orang untuk menjadi muslim.
Namun Inaya punya prinsip sampai kapan harus menghindari kebenaran yang telah datang?
“Saya tidak bisa hidup dalam kebohongan dan menerima kebenaran ini butuh keberanian. Seperti yang dikatakan Allah dalam Surat An-Nisa ayat 135,” katanya.
Inaya-pun akhirnya mengucapkan syahadat. []
Sumber: On Islam