Oleh: Rahmi Hidayat
SALAH satu kaidah fiqih yang sering disebutkan para ulama dalam qawaidh fiqhiyyah adalah kaidah اضرورات تبيح المحظورات (dibaca Adh-dharuratu tubiihul mahzhuraat) yang artinya Keadaan darurat membolehkan yang dilarang.
Kaidah ini memberikan pengertian bahwa perkara yang hukum asalnya adalah haram terkadang karena suatu keadaan yang memaksa akhirnya hukumnya menjadi boleh.
BACA JUGA: Pintu Darurat dalam Kehidupan Keluarga
Seperti orang yang sedang mengalami kelaparan karena tidak makan berhari-hari, sedangkan makanan yang ada di depannya hanyalah makanan atau minuman yang haram baik itu berupa binatang yang mati tanpa disembelih, atau binatang yang secara dzat memang haram dimakan termasuk juga minuman.
Jika ia tidak memakan atau meminumnya saat itu maka ia akan meninggal maka memakan atau meminumnya dalam kondisi ini darurat seperti ini hukumnya boleh.
Dalil yang menjadi landasan dalam kaidah ini ialah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah Ayat 173)
Hanya saja dalam penerapan kaidah اضرورات تبيح المحظورات ini ada batas kadarnya. Secara umum kaidah ini memang membolehkan yang dilarang karena kondisi darurat atau memaksa yang jika tidak dipenuhi segera akan menghilangkan nyawa.
Namun keadaan darurat itu sendiri jika sudah hilang maka kembali kepada hukum asalnya yaitu terlarang karena ada kaidah fiqih lain yang berbunyi ماَ أُبِيْحَ للضرورةِ يُقَدَّرُ بقَدَرِهاَ yang artinya apa yang diperbolehkan karena kondisi darurat maka diukur menurut kadar kemudharatannya.
Jadi pembolehan melakukan sesuatu yang awalnya haram itu karena kondisinya yang memaksa. Ketika keadaannya sudah normal, atau kadar hajat sudah tercukupi maka hukum akan kembali menurut keadaannya semula, sehingga tidak diperbolehkan memanfaatkan secara berlebihan hal yang sebenarnya dilarang.
BACA JUGA: Darurat Zina dan Narkoba
Selain itu juga ada kaidah الضررُ لا يُزَالُ بالضَرَرِ Kerusakan tidak boleh dihilangkan dengan kerusakan pula. Contohnya ialah tidak boleh bagi seseorang yang sedang kelaparan mengambil makanan orang lain yang akhirnya juga akan mati kelaparan apabila makanannya diambil.
Demikian juga tidak boleh seorang dokter mengobati pasien yang memerlukan tambahan darah dengan mengambil darah untuk pasien lain yang sebenarnya sangat membutuhkan darah tersebut dan mengancam keselamatan nyawa.
Wallahu a’lam. []