Oleh: Ariij Rizqi
Mahasiswa STEI SEBI
ariijazhari@gmail.com
MENJAGA dan melindungi harta milik orang lain melalui tata cara Islam sesuai hukum adalah salah satu tujuan hukum Islam. Islam menganggap harta milik seseorang sebagai sesuatu yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat sebagaimana hidup dan kehormatannya.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,” (QS. An-Nisa: 29).
BACA JUGA: Zuhud bukan Hanya Meninggalkan Harta
Berdasarkan peraturan di atas, maka menggunakan harta benda milik orang lain tanpa izin adalah tidak diperbolehkan dalam Islam. Seseorang yang menggunakan harta orang lain tanpa izin atau merusaknya akan dinyatakan bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang di alami pemilik harta tersebut
Para ulama telah merumuskan beberapa aturan yang menekankan penghormatan hukum Islam atas hak kepemilikan harta benda dan melindungi pemiliknya dari pelanggaran haknya. Mereka juga menggariskan ketentuan-ketentuan yang harus di perhatikan dalam menggunakan harta benda milik orang lain. Peraturan-peraturan tersebut adalah:
Tidak boleh seorang pun menggunakan harta milik orang lain tanpa seizin pemiliknya
Kaidah ini mencegah pelanggaran terhadap harta benda milik orrang lain. Kaidah tersebut berisi aturan bahwa tidak seorangpun diperbolehkan untuk membuat perjanjian atau memberi kewenangan pada orang lain untuk menjual, memberikan, menggadai, menyewakan, menyimpan, atau meminjamkan harta benda milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Tidak boleh seorang pun mengambil harta milik orang lain tanpa sebab syar’i (yang dibenarkan syariat)
Kaidah ini merujuk pada cara-cara halal dan haram dalam memperoleh harta benda. Cara-cara yang haram meliputi tindakan mencuri, merampas, riba, berjudi, menyuap, transaksi-transaksi penipuan, dan lain-lain. Cara-cara yang halal dalam memperoleh harta benda melputi akad-akad menyewa, hadiah, sumbangan, penggadaian, pembayaran hutang, dan sebagainya.
Namun seorang yang bukan pemiliknya, dapat menggunakan harta orang lain dalam keadaan keadaan berikut:
- Hukum Islam membolehkan pemberi utang untuk mengambil sejumlah harta atau uang yang setara dengan nilai hutang dari harta milik orang yang berutang kepadanya apabila ia tidak sanggup membayar utang.
- Dibolehkan bagi seorang wali yang miskin mengambil sejumlah uang atau harta dari harta milik orang yang ada di bawah perwaliannya, dengan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kewenangan mengelola urusan rakyat hendaknya dilaksanakan demi kemaslahatan mereka
Kewenangan dalam kaidah ini meliputi kekuasaan yang diberikan pada badan-badan fungsional pemerintah, para wakil/pengawas yang diberi kepercayaan dan wali. Maka dari kaidah di atas adalah “Saat menjalankan wewenang, kemaslahatan rakyat harus menjadi pertimbangan utama yang mendasari pelaksanaan kewenangan tersebut.”
BACA JUGA: Celakalah Orang yang Menyembah Harta
Tindakan yang diambil oleh negara terhadap urusan rakyatnya, atau wali terhadap persoalan yang di bawah perwaliannya, dianggap sah hanya apabila tindakan tersebut menunjang kepentingan rakyat dan orang yang berada dalam perwaliannya tadi.
Berikut beberapa aturan berdasarkan kaidah di atas:
- Penggunaan harta anak yatim oleh qadhi (hakim) adalah sah ketika penggunaannya tersebut sesuai dengan kepentingan anak yatim tadi
- Seorang wali tidak boleh menggunakan harta milik orang yang berada dalam perwaliannya dengan tujuan memberikannya sebagai pinjaman dan menghadiahkannya pada orang lain
- Seorrang wali boleh menjual harta milik orang yang berada di dalam perwaliannya, apabila harta itu diserobot orang lain.
[]
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.