SELAMA lebih dari setengah abad terakhir, Sheikh Khader al-Aweiwi, 73 tahun, telah mengabdikan dirinya untuk menjadi pelayan di Masjid Al-Aqhsa di Al Quds, tempat suci ketiga oleh umat Islam setelah Mekkah dan Madinah.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency, al-Aweiwi menceritakan banyak peristiwa sejarah yang telah ia menyaksikan saat bekerja di Al-Aqsha sebagai penjaga, petugas pemadam kebakaran dan muadzin dari tahun 1968-2011.
Dia pertama kali mulai bekerja di kompleks Masjid Al-Aqsha sebagai penjaga pada tahun 1968, satu tahun setelah Israel menduduki Tepi Barat (termasuk Yerusalem/Al Quds), yang sebelumnya telah dikuasai oleh Yordania.
“Saya tidak pernah hanya sekedar menjadi karyawan di Al-Aqsa. Bagi saya, itu bukan hanya pekerjaan, itu adalah cara hidup,” ungkap al-Aweiwi kepada Anadolu Agency sebagaimana juga diberitakan oleh worldbulletin.net.
Pada tahun 1969, al-Aweiwi menyaksikan pembakaran Masjid Al-Aqsha yang mengagetkan dunia, yang dilakukan oleh seorang ekstrimis Kristen Australia. Serangan itu menghancurkan mimbar masjid yang telah berusia 1.000 tahun. Tragedi ini menjadi penyebab pembentukan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) setahun kemudian.
“Saya sedang libur saat serangan itu terjadi,” al-Aweiwi mengingat. “Ketika saya mendengar tentang apa yang terjadi, saya mencoba untuk mencapai kompleks masjid meskipun semua hambatan didirikan oleh Israel.”
“Orang-orang Al-Quds terkejut dan marah,” katanya. “Polisi Israel menghentikan pemadam mencapai komplek. Warga Palestina harus membawa air sendiri untuk memadamkan kobaran api.”
Al-Alweiwi juga ingat bagaimana, setelah kejadian itu, pemerintah Israel telah mencoba untuk merekrut pemuda Palestina untuk membantu mengamankan Al-Aqsha.
“Mereka [Israel] menawarkan saya gaji tiga kali lipat jika saya bekerja sebagai seorang polisi bagi mereka bukan penjaga masjid,” katanya.
“Tapi saya menolak tawaran itu. Saya mengatakan kepada mereka, “Saya tidak akan menggantikan lencana (penjaga Al-Aqsa) dengan Bintang Daud (dari polisi Israel).”
Dia menambahkan: “Saya ingin dikenang sebagai seseorang melayani Al-Aqsa, bukan sebagai seseorang yang membantu polisi Israel.”
Banyak yang Syahid
Serangan terhadap Al-Aqsha menginspirasi al-Aweiwi untuk mulai bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran di kompleks Al-Aqsha, pekerjaan yang dia jalani selama tiga tahun berikutnya.
“Saya mengambil berbagai kursus pemadam kebakaran, beberapa di antaranya melibatkan latihan berisiko yang membuat takut peserta lain,” katanya.
Al-Aweiwi juga menjelaskan bagaimana dia melihat banyak orang Palestina syahid selama bertahun-tahun di dan sekitar kompleks Al-Aqsha.
“Dalam salah satu pembantaian Israel di tahun 1990-an, saya melihat tentara pendudukan Israel menyeret seorang pria, yang telah menderita luka kepala karena parang dari Gerbang Singa,” kenangnya.
Dia juga menyaksikan semakin sering serangan oleh pemukim militan Yahudi ke komplek Al-Aqsha, meskipun jamaah Muslim selalu menjaganya.
“Sejak Al-Quds diduduki pada tahun 1967, kami telah melihat pemukim Yahudi memaksa masuk ke komplek dengan jumlah yang terus bertambah,” katanya.
“Kami dulu memiliki kekuatan untuk melawan mereka,” tambahnya. “Tapi sekarang mereka datang dalam jumlah besar, biasanya dilindungi oleh polisi Israel.”
Komitmen
Namun, meski seringnya serangan orang-orang Israel, al-Aweiwi mengatakan ia tetap berkomitmen penuh untuk melayani dan membela Masjid Al-Aqhsa. Dia juga pernah menjabat sebagai muadzin masjid.
Al-Aweiwi ingat bagaimana pada suatu waktu, seorang perwira Israel memintanya untuk menunda adzan Isya karena festival Yahudi telah berlangsung pada waktu yang sama.
“Saya menolak,” kata al-Aweiwi. “Saya mengatakan kepada petugas dengan tegas bahwa adzan itu suci.”
Selain sebagai muadzin masjid, al-Aweiwi juga dikenal di antara penduduk Palestina karena bacaan Al-Quran-nya yang indah.
Pada tahun 2010, ketika Angkatan Laut Israel menyerang armada bantuan Turki menuju Gaza yang menewaskan 10 aktivis Turki di kapal, al-Aweiwi menyampaikan khotbah shubuh di mana ia memuliakan para syuhada relawan di kapal itu dan mengutuk para penyerang.
“Saya segera dipanggil oleh petugas intelijen Israel yang menuduh saya menghasut kekerasan,” katanya.
Al-Aweiwi akhirnya pensiun pada tahun 2011, tapi ini tidak mengakhiri pelayanannya terhadap Al-Aqsha.
“Ketika saya pensiun, saya meminta Awqaf (Kementerian Waqaf Yordania) yang bertanggung jawab untuk mengurus komplek Al-Aqsha untuk mengijinkan saya melakukan adzan setiap kali muadzin baru tidak ada,” katanya.
Permintaannya diterima dan ia terus menyerukan adzan pada berbagai kesempatan, terutama selama bulan puasa Ramadan.
Majd al-Hadmi, yang sekarang bertanggung jawab menjadi muadzin di Al-Aqsa, menjelaskan al-Aweiwi lebih dari sekedar muadzin. []
Sumber: Muslimsdially