ISLAM itu indah, jauh dari pandangan masyarakat yang sudah termakan oleh isu negatif yang selalu memojokan Islam. Mari kita simak kisah yang banyak hikmah dari Instagram bapak motivator Indonesia, Mario Teguh yang sedang berjalan-jalan di Italia.
“Mohammed, pedagang sayur dan bumbu di mercato (pasar) di dekat hotel kami di Venezia.
Pagi tadi saya mengajak Ibu Linna membeli bumbu bubuk untuk membuat bruchetta – roti tomat ala Italy yang enak itu – di pasar.
Saya menyapa sang penjual dan menanyakan namanya. Terlihat pada wajah dan matanya yang tidak tenang bahwa dia ragu untuk menyebutkan namanya. Tapi mungkin dia merasa nyaman dengan wajah saya yang senyum kepadanya, dia menyebut namanya – Muhammed.
Ooh … Muhammed!
Saya menyambut nama itu dengan ceria, lalu saya tanyakan negara asalnya, dan dia menjawab – Bangladesh.
Ooh … Bangladesh!
Saya sambut lagi dengan suara yang bernada merayakan nama negaranya.
Dengan wajah yang lebih ceria dia bertanya – Where are you from?
Indonesia!
Muslim?
Ya, jawab saya, dan saya tambahi Assalamualaikum!
Pecah wajahnya dengan keceriaan, dia merangkul saya dan meminta saya memberikan HP saya kepada Ibu Linna untuk memotret kami berdua.
Kami saling bertukar kalimat-kalimat baik yang mensyukuri perkenalan dan rasa persahabatan antara jiwa-jiwa yang sebetulnya baru bertemu beberapa menit.
Saat kami berpamitan dan berjalan menuju kafe kecil untuk membeli double espresso kesukaan saya di situ, Ibu Linna berkata bahwa Muhammed tadi ragu menyebutkan namanya karena sedang beredar suasana agak tidak ramah di Eropa terhadap imigran Asia dan Afrika, ditambah dengan isu agama yang juga sedang agak peka. Saya menghela nafas dalam dan berdoa semoga semakin sedikit orang yang merasa lebih baik dari orang lain hanya karena merasa pendapat dan keyakinannya paling benar.
Kebenaran itu adalah kebenaran Tuhan. Jika kebenaran menjadi sebab bagi kebencian dan permusuhan, pasti itu kebenaran karangan manusia, yang sebetulnya lebih terilhami oleh Setan. Marilah kita bersaudara dan bersahabat dalam kebenaran dan kesabaran. Dalam perjalanan pulang ke hotel, saat melewati kios Mohammed, saya berseru lantang sambil melambaikan tangan: Muhammed !!!
Dia berseru juga lantang, Hello!!! Come here, come here!!! Dan saat kami mendekat, dia menjulurkan dua buah pisang, satu untuk Ibu Linna dan satu lagi untuk saya.” []