UMAR bin Khattab dan keluarganya memiliki pola hidup sederhana. Saking sederhananya, konon pakaian yang dikenakan sang khalifah itu memiliki empat belas tambalan. Salah satunya ditambal dengan kulit kayu.
Suatu waktu sepulang menuntut ilmu, Abdullah bin Umar menangis di hadapan ayahnya—Umar bin Khattab.
“Kenapa engkau menangis, anakku?” Tanya Umar.
“Teman-teman di sekolah mengejek dan mengolok-olokku karena bajuku penuh dengan tambalan. Di antara mereka mengatakan, ‘Hai Kawan-kawan, perhatikan berapa jumlah tambalan putra Amirul Mukminin itu’,” ungkap Ibnu Umar dengan nada sedih.
Selepas mendengar cerita putranya, Amirul Mukminin bergegas menuju baitul mal (kas negara). Sang khalifah bermaksud meminjam beberapa dinar untuk membelikan baju anaknya.
Karena tidak bertemu dengan pejabat bagian kas negara, ia pun menitipkan surat kepada penjaga kas negara. Berikut isi surat tersebut.
“Dengan surat ini, perkenankanlah aku meminjam uang kas negara sebanyak 4 dinar sampai akhir bulan, pada awal bulan nanti, gajiku langsung dibayarkan untuk melunasi utangku.”
Setelah pejabat itu membaca surat pengajuan utang Umar, maka kemudian dikirimlah surat balasan.
”Dengan segala hormat, surat balasan kepada junjungan khalifah Umar Bin Khatab. Wahai Amirul Mukminin mantapkah keyakinanmu untuk hidup sebulan lagi, untuk melunasi utangmu, agar kamu tidak ragu meminjamkan uang kepadamu. Apa yang Khalifah lakukan terhadap uang kas negara, seandainya meninggal sebelum melunasinya?”
Selesai membaca surat balasan dari pejabat kas negara, Umar langsung menangis. Ia lalu berpesan kepada anaknya.
“Hai anakku sungguh aku tidak mampu membelikan baju baru untukmu dan berangkatlah sekolah seperti biasanya, sebab aku tidak bisa meyakinkan akan pertambahan usiaku sekalipun hanya sesaat.”
Mendengar pesan ayahnya, putra khalifh itu seketika menangis tersedu-sedu. []
Sumber: Cukilan Kitab Durrtun Nashihin fil Wa’dhi wal Irsyad karya Utsman bin Hasan al-Khubawi, nu online.