Djakarta, 8 Maret 1954–Dalam amanatnja kepada para Ulama jang hadir didalam pertemuan di Istana Bogor kemarin Presiden Sukarno menjatakan, bahwa Negara Republik Indonesia ini hanja wadah (tempat) jang harus kita sempurnakan dan didalam mana kita dapat mengembangkan agama kita sebaik-baiknja.
Â
“Dapatkah kita sempurnakan air didalam gelas, kalau gelas itu retak, sekalipun terbuat dari emas?”, demikian antara lain beliau bertanja kepada hadirin.
Â
Pertemuan itu diadakan berhubung dengan penutupan konperensi Ulama seluruh Indonesia  jang diadakan dari tg. 3 hingga tg. 6 Maret, dimana antara lain dibitjarakan soal2 Hukum Agama jang berhubungan dengan Hukum Negara.
Â
Hadir dalam peretemuan itu selain Presiden Sukarno dengan Njonja, djuga Wakil Presiden Hatta, Perdana Menteri Ali Sastroamidjodo, Wakil P.M. I Mr. Wongsonegoro, Wakil P.M. II Zainul Arifin, Menteri Sosial R.P. Suroso, Menteri Agama K.H. Maskur, Ketua Parlemen Mr. Sartono, Sekretaris Djenderal Kementrian Agama Kafrawi dan lebih jurang 35 orang Alim-Ulama jang terkemuka dari seluruh Indonesia.
Â
Pertemuan dibuka pada djam 9.30 oleh Menteri Agama K.H. Maskur jang kemudian disusul oleh pembatjaan laporan tentang keputusan2 konperensi oleh Xijai Daud Rusdi dari Palembang.
Â
Habis itu Presiden tampil kemuka dan menjatakan, bahwa pertemuan para Ulama di Istana Bogor itu belum pernah terdjadi. Mengenai konperensi jang baru selesai itu beliau menjatakan, bahwa putusan2 konperensi itu mempunjai arti jang istimewa dan penting sekali dan akan dipakai sebagai pedoman beliau sebagai Kepala Negara dimasa datang didalam menghadapi masalah2 Agama Islam dan kerohanian.Â
Â
Beliau persoonlijk merasa terharu, karena diantara putusan2 itu ada jang menjatakan, bahwa Presiden Republik Indonesia adalah Walijul Amri Danuri (penguasa Negara) jang wadjib ditaati.
Â
Sesudah mentjeritakan riwajat pendidikan beliau didalam ke-Islaman, maka Presiden  menerangkan, bahwa ditindjau dari alam politik maka suatu bangsa jang ingin merdeka ialah harus mempersatukan semua golongan, terutama golongan agama dan nasional.
Â
“Dan perdjuangan kita meniadakan pendjadjahan baik politik dan ekonomis kini belum selesai dan tidak akan berhasil djika kita terus-menerus bertengkar antara kita sama kita”. Demikian Presiden, jang selandjutnja menambahkan, bahwa persatuan antara kaum Agama dan kaum Nasionalis adalah sjarat mutlak untuk mentjapai kemenangan dalam perdjuangan itu.
Â
“Tetapi itu tidak berarti, bahwa Islam harus tunduk kepada jang bukan Islam, melainkan persatuan itu adalah sekedar perkawinan, koordinasi didalam perdjuangan menjempurnakan negara kita ini. Negara Republik Indonesia hanjalah sekedar wadah (tempat) jang harus kita sempurnakan dan didalam mana kita dapat mengembangkan agama kita sebaik-baiknja.Â
Â
“Dapatkah kita sempurnakan air didalam gelas, kalau gelas itu retak, sekalipun dibuat dari emas?”, demikian Presiden Sukarno.
Â
Pertemuan itu ditutup oleh Menteri Agama K.H. Maskur pada djam  11.00 siang dan kemudian para Ulama melihat-lihat Istana Bogor.
Selesai itu rombongan Presiden dan para Ulama mendju ke Istana Tjipanas dimana diadakan djamuan makan siang dan ramah-tamah sampai djam 15.00. []
Sumber: Antara