Oleh: Susi LW
susiakmal@yahoo.com
BERBICARA soal cinta tak akan ada habisnya, sebab pesonanya dimiliki setiap manusia. Manusia mana yang tidak memiliki perasaan tersebut? Karena manusia diciptakan lengkap dengan akal dan hatinya. Nisa juga demikian, mencintai sesuatu hingga lupa bahwa tak semua orang bisa menerima apa yang ia cintai.
Tentunya setelah cintanya kepada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sebab itu adalah suatu keharusan. Nisa mencintainya dengan tulus, tanpa syarat dan ketentuan apapun, begitupun sebaliknya. Bukan, ia tidak membahas tentang perasaan di antara dua insan. Lebih dari itu, hingga mereka mempertanyakan cintanya, tak terkecuali adiknya.
“Aduh heran sama Kakak, cinta banget sama menulis. Terus kapan mencari cinta sejatinya?”
“Apa sih kamu Dek, ujung-ujungnya ngomong cinta sejati.”
“Haha, lagian Kakak aneh suka kok sama yang begituan. Emang dibayar berapa sih tiap harinya? Mau jadi penulis ya? Mimpi kali ye.”
“Nah begini nih kalo anak kecil ngomongin cinta, berasa paling pinter sendiri. Kalo masih mikir berapa bayarannya itu sih bukan cinta Dek. Sejak kapan hal itu menuntut bayaran? Cinta itu ikhlas, tanpa mengharap imbalan apapun. Ngerti gak?”
“Cieee cinta banget tuh….”
“Harus dong, karena gak semua penulis bisa menyukai pekerjaannya. Masih banyak yang menulis hanya untuk uang, tanpa mengetahui manfaat apa yang ada ketika mereka menulis.”
“Memang Kakak tahu manfaatnya? Nanti juga kalo udah jadi penulis cintanya berubah haluan terhadap uang dan popularitas.”
“Semoga enggak Dek. Menulis itu banyak manfaatnya, di antaranya akan bertambah ilmu pengetahuan kita. Karena ketika menulis kita semakin haus ilmu pengetahuan. Membaca jadi pelepas dahaganya, dengan membaca kita akan mendapat bahan tulisan. Kakak juga selalu inget pesan Ayah. Ketika ingin menulis yang terpenting bukan seberapa besar harga tulisannya nanti, tapi cobalah berpikir tentang seberapa besar manfaat dari tulisan itu.”
“Oh gitu yak Kak.”
“Iya jangan aneh ya dengan keputusanku mencintainya. Hehe. Walalupun ini perasaan yang aneh, menulis dengan mayoritas penduduk Indonesia yang minat membacanya sangat rendah. Jadi merasa bertepuk sebelah tangan kalo mikir gitu Dek.”
“Yah baper deh… kalo gitu mah putusin aja kak.”
“Jangan dong, kamu gak tahu ya? Manfaat menulis itu tidak pernah putus, bahkan ketika penulisnya meninggal. Tentunya tulisan yang bermanfaat.”
“Masa iya begitu?”
“Iya dong, penulisnya boleh tiada tapi karyanya akan abadi selamanya.”
“Jadi pengen nulis nih Kak. Boleh gak aku cinta Dia?”
“Kalo cinta yang ini Kakak rela kok bagi-bagi.”
Sejauh ini, hal yang membuat Nisa sangat mencintainya adalah pesan dari sahabat Nabi yang mendapat julukan sebagai pintu gerbang ilmu itu, Saidina Ali bin Abi Thalib Ra pernah berkata : “Bahwa setiap penulis akan mati hanya karyanyalah yang akan abadi, maka tulislah sesuatu yang membahagiakanmu di akhirat nanti.” []