SUATU hari di Sajastan, wilayah Asia tengah, antara Iran dan Afghanistan. Hidup seorang ulama ahli bahasa yang sangat terkenal.
Kala itu ia tengah menasihati putranya, “Kalau kamu hendak membicarakan sesuatu, pakai dahulu otakmu. Pikirkan dengan matang; setelah itu, baru katakan dengan kalimat yang baik dan benar.”
BACA JUGA:Â Manfaatkan agar Hidup Tak Merugi, Ini 8 Nasihat Para Ulama tentang Waktu
Putranya mengangguk-angguk tanda ia memahami nasihat ayahnya.
Pada suatu hari di musim hujan, keduanya sedang duduk-duduk santai di dekat api unggun di rumahnya.
Tiba-tiba, sepercik api mengenai jubah tenunan dari sutera yang dikenakan sang ayah.
Peristiwa itu dilihat putranya, akan tetapi dia diam saja.
Setelah berpikir beberapa saat barulah ia membuka mulut, “Ayah, aku ingin mengatakan sesuatu, bolehkah?” tanyanya.
“Kalau menyangkut kebenaran katakan saja,” jawab sang ayah.
“Ini memang menyangkut kebenaran,” jawabnya.
“Silakan,” kata sang ayah.
“Aku melihat benda panas berwarna merah.”
“Benda apa itu?,” tanya sang ayah.
BACA JUGA:Â Nasihat Muhammad Ali kepada Putrinya
“Sepercik api mengenai jubah ayah,” jawabnya.
Seketika itu sang ayah melihat jubah yang sebagian sudah hangus terbakar.
“Kenapa tidak segera kamu beritahukan kepadaku?” timpal sang ayah dengan nada greget.
“Aku harus berpikir dahulu sebelum mengatakannya, seperti apa yang ayah nasihatkan kepadaku tempo hari,” jawab putranya dengan lugu.
Sejak itu ia berjanji akan lebih berhati-hati dalam memberikan nasihat pada putranya. Ia tidak ingin peristiwa pahit seperti itu terulang lagi. []
SUMBER: KETAWA.COM