DULU ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ummul mu’minin, sebagaimana direkam oleh Al-Bukhari, menyatakan bahwa seandainya ayat yang pertama kali turun adalah tentang keharaman khamr, maka orang-orang akan menyatakan, “Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya”, dan seandainya yang pertama kali turun tentang larangan berzina, mereka akan berkata, “Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya”.
Faidah dari riwayat ini adalah, dakwah dan tarbiyah itu harus menyentuh hal yang paling dasar dulu, yaitu keimanan dan komitmen terhadap Syariat Allah, sedangkan kewajiban dan larangan itu turun secara bertahap, apalagi jika itu terkait dengan kebiasaan lama yang mendarah daging.
BACA JUGA: Terus Papa Kepikiran Poligami?
Syariat telah sempurna dengan wafatnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam. Maka yang mubah tetap mubah, yang haram tetap haram. Tapi dalam konteks tarbiyah, ishlah, dan meluruskan yang bengkok, tetap perlu penahapan, dan mendahulukan yang pokok sebelum yang cabang.
Mungkin, seandainya kita katakan di hadapan emak-emak baru hijrah, “Allah ta’ala mengizinkan suami mengumpulkan istri sampai empat orang dalam satu waktu”, mereka yang baru kenal Islam dan lebih banyak terbawa perasaan akan berkata, “Kami akan tetap menolak poligami selama-lamanya”.
BACA JUGA: Jangan Asal Poligami, Perhatikan Hal Berikut
Karena itu, sebelum bicara poligami kepada mereka, ajari dan bimbing mereka bab keimanan dan komitmen untuk benar-benar terikat dengan Syariat Allah ta’ala, serta mendahulukan ketundukan atas hawa nafsu.
Wallahu a’lam. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara