PADA penghujung tahun keenam setelah kenabian, Allah meneguhkan kekuatan umat Islam dengan keislaman Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Nabi. Hal ini tentu saja membuat marah dan memukul kaum kafir. Betapa tidak, Hamzah adalah pemuda paling mulia di suku Quraisy dan paling keras wataknya.
BACA JUGA: Doa yang Diamalkan Nabi Ayub Meminta Kesembuhan dari Penyakit
Selang tiga hari setelah keislaman Hamzah, Umar ibn Khaththab masuk Islam, seorang lelaki berwatak keras dan jawara. Hal ini menimbulkan guncangan besar di kalangan kaum musyrik. Mereka merasa sangat terhina; umat Islam sangat senang.
Ibnu Mas`ud menceritakan, “Kami tidak pernah bisa shalat di dekat Ka`bah hingga Umar masuk Islam.”
Shuhayb ibn Sinan juga bercerita, “Setelah Umar memeluk Islam, Islam mulai tampak dan didakwahkan secara terbuka. Kami pun leluasa duduk berdiskusi di sekitar Ka`bah, mengelilingi Ka`bah, dan menuntut balas orang yang pernah mengasari kami.”
Abdullah ibn Mas`ud menyatakan, “Kami selalu dihormati semenjak Umar memeluk Islam.”
Diriwayatkan oleh Mujahid bahwa Ibnu Abbas bertanya kepada Umar, “Mengapa engkau dijuluki al-Faruq?” “Hamzah memeluk Islam tiga hari sebelumku,”
kata Umar pada Abbas. Umar lalu menceritakan kisah keislamannya dan menutup kisahnya dengan berkata, “Sesudah aku masuk Islam, aku bertanya pada Nabi, ‘Bukankah kita berada di pihak yang benar, baik hidup maupun mati, Rasulullah?’
‘Demi yang jiwaku berada di genggaman-Nya. Kalian berada di pihak yang benar, baik kalian hidup maupun mati,’ jawab Nabi.
BACA JUGA: 12 Nasihat Berharga dari Umar bin Khattab
‘Jika demikian, untuk apa kita harus sembunyi-sembunyi? Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, kita harus keluar!’ sahut Umar tegas.
Umar melanjutkan, `Kami pun keluar dalam dua barisan; satu barisan dipimpin oleh Hamzah dan satu lagi olehku. Orang-orang Quraisy melihat ke arahku dan Hamzah. Mereka terlihat sangat terpukul. Pada hari itulah Nabi menamaiku al-Faruq.” []
Sumber: Buku Pintar Sejarah Islam/Karya: Qasim a. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh/Penerbit: Zaman/2014