“TERUS Er, selama kak Fashhan di rumah sakit, Altaf makannya gimana?” tanya seorang temanku suatu kali ketika anakku yang lain sakit.
“Pagi ayahnya yang siapin sarapan. Kalau makan siang kan musti dianter ke sekolah karena dia gak ikut catering sekolah, aku titip ikutan cateringnya bu RT,” jawabku sambil tertawa. “Kalau makan malem ada tetangga tiap hari ngasih makanan. Tapi sih kadang tetap juga beli karena si bungsu itu makannya porsi jumbo.”
“Eh, tetanggamu baik banget sih Er, gak kayak tetanggaku cuek banget,” cerocosnya.
“Cuek gimana?” tanyaku
“Iya, waktu aku sakit di rumah sakit, boro-boro anakku ada yang nganterin makanan, sekadar nanya aja enggak. Jadi di tempatku itu kelompok-kelompokan gitu. Kalau ada kelompok Cs nya yang sakit ya paling yang jenguk yang itu. Walau nempel rumah kalau bukan kelompoknya, ya gak urus lah orang-orang itu. Padahal dalam bertetangga kalau di depan kita sih baik-baik, ramah-ramah gitu, gak tau deh di belakangnya. Tapi sih menurutku kalau lagi senang dibaikin sih biasa, justru kalau lagi susah gitu bisa ketahuan siapa yang baik beneran dan baik bohongan,” celotehnya.
“Dirimu nya gitu juga gak ke tetangga, Jeng?” tanyaku.
“Ih Er, aku sih gak pernah ikutan ngelompok-ngelompok. Siapa aja yang butuh bantuan ya aku bantu, aku gak pilih-pilih ngebaikin tetangga. Yang jauh aja aku baikin apalagi yang deket. Tapi sejak itu aku jadi males sama orang-orang itu. Dulu nih, mereka kalau anaknya sakit pasti minta obat ke aku, tiap bulan ada aja yang minjem uang ke aku, sekarang tau mereka begitu ya gak lagi deh,” terangnya.
“Ya udah, kalau niatnya ngebaikin tetangga karena Allah ya biarin aja mereka begitu. Kebaikan kita sama orang lain karena Allah gak perlu kita hitung dan bandingin dengan kebaikan yang orang kasih sama kita. Gak perlu mengharapkan kebaikan manusia, setiap kali kita berbuat baik gak usah berpikir mudah-mudahan orang juga berbuat baik sama kita. Kalau kita baik sama orang karena Allah, saat kita butuh pertolongan Allah yang bantu nanti,” kataku berusaha menetralkan kekecewaannya.
“Terus, waktu itu siapa yang ngurusin makan anakmu?” tanyaku.
“Temen – temen pengajian. Gantian tiap hari nganterin makanan,” jawabnya.
“Nah… tuh kan ada juga yang baik ngurusin sampai pada gantian gitu, padahal gak tinggal sekomplek kan?” tanyaku.
“Iya, tapikan jadi jelas sebenernya siapa yang baik dan siapa yang enggak, siapa yang perduli siapa yang enggak. Yang jauh aja perduli yang dekat enggak kan kebangetan,” katanya dengan nada agak tinggi.
“Kamunya baik sama tetangga?” tanyaku lagi
“Lah tadi kan aku udah ceritain gimana aku sama tetangga?” katanya dengan nada jengkel.
“Kalau begitu maaf kalau aku bilang kamu sama aja sama tetanggamu,” kataku sambil tertawa.
“Loh kok gitu sih?” tanyanya dengan sewot.
“Kalau sikap baik tidak berbalas kebaikan itu biasa. Tapi kalau sikap buruk dibalas kebaikan itu baru luar biasa. Kalau kamu mutung dengan sikap mereka, ya menurutku kamu belum baik, masih katagori biasa aja. Tapi kalau dengan sikap mereka yang begitu malah membuatmu makin baik dengan mereka, jempolku 2 ini berdiri buatmu deh,” jelasku.
“Ngomong denganmu susah, ih!” gerutunya.
“Eh bukan gitu. Seburuk apapun sikap tetangga sama kita itu gak membuat kewajiban kita memenuhi hak-hak tetangga jadi gugur. Biarlah mereka gak memenuhi hak tetangga, yang penting bukan kita yang abai sama hak tetangga. Aku ngingetin aja… Karena aku sayang sama sahabat, karena sikap kita dalam pemenuhan hak bertetangga pun bakal dihisab,” kataku berusaha mengingatkan.
“Iyaa… iyaa… bawel!” sungutnya sambil melemparku dengan bantal kursi.
Kami pun tertawa bersama
Tidak semua perlakuan orang lain seperti apa yang kita harapkan. Tapi
perlakukanlah orang lain seperti apa kita ingin diperlakukan. Lakukan semua karena Allah tanpa berharap balasan, karena pertolongan dari Allah akan datang kadang dari arah yang tak pernah kita sangkakan.
Man la Yarham, la Yurham.. “-Hadis Riwayat Muslim. Barangsiapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi. []
DISCLAIMER: Tulisan ini secara ekslusif diberikan hak terbit kepada www.islampos.com. Semua jenis kopi tanpa izin akan diproses melalui hukum yang berlaku di Indonesia. Kami mencantumkan pengumuman ini di rubrik Kolom Ernydar Irfan dikarenakan sudah banyak kejadian plagiarisme kolom ini di berbagai media sosial. Terima kasih.