JIKA pertanyaan ini diajukan ke saya, saya akan jawab, sejak kecil, sejak awal belajar thaharah, wudhu, dan Shalat, saya sudah mengenal Sunnah, walhamdulillah. Amal fiqih para Guru dan kiyai kita, itu rata-rata berlandaskan madzhab Syafi’i, dan itu mengikuti Sunnah sesuai ijtihad Imam Asy-Syafi’i dan ulama pengikut madzhab beliau.
Jangan sampai Anda sudah mempelajari fiqih madzhab sejak kecil, meski tidak mendalam, anda katakan saat itu anda belum mengenal Sunnah. Dan anda mengaku baru mengenal Sunnah setelah tahu pendapat Ibnu Taimiyyah, Al-‘Utsaimin, atau Al-Albani. Ini adalah kejahilan.
BACA JUGA: Sunnah Nabi Itu Emang Super!
Saya menghormati Ibnu Taimiyyah, Al-‘Utsaimin, dan Al-Albani. Tapi menyandarkan “mengenal Sunnah” saat anda mengenal pendapat mereka, dan menganggap pelajaran fiqih sesuai madzhab Syafi’i yang anda dapatkan sejak kecil itu tidak sesuai Sunnah, ini adalah kejahilan, dan sikap tak punya adab terhadap para ulama.
Jika anda mengatakan pelajaran fiqih yang anda dapatkan di masa kecil tak menyebutkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau anda katakan Hadits yang dipakai dhaif, maka perlu kita katakan, tidak disebutkan dalil, bukan berarti tanpa dalil. Kalau mau dalil dan istidlal yang kuat dari madzhab Syafi’i, cobalah baca misalnya “Al-Majmu” karya An-Nawawi, atau “Nihayatul Mathlab Fi Dirayatil Madzhab” karya Imam Al-Haramain. Dan tentang Hadits dhaif, anda perlu belajar betul-betul Ilmu Hadits, jangan-jangan Hadits tersebut shahih menurut para ulama Syafi’iyyah, meskipun dhaif menurut Al-Albani. Atau anda perlu belajar Ushul Fiqih, agar tahu kaidah dalam ber-hujjah dan beramal dengan Hadits.
Kalau pun anda mau serius “mengenal Sunnah” pada tingkat yang lebih baik, maka serius lah belajar ilmu-ilmu alat semisal Nahwu, Sharaf, Ushul Fiqih, dan lain-lain, kemudian telaah lah kuat-kuat kitab-kitab Tafsir, Syarah Hadits, dan Fiqih dari bahasanya yang asli, bahasa Arab. Kalau begini, bolehlah kita akui anda sudah naik level dalam “mengenal Sunnah“.
BACA JUGA: 9 Macam Puasa Sunnah dan Keutamaannya
Tapi kalau dulu dan sekarang tak ada perbedaan, kecuali sekarang sudah kenal Ibnu Taimiyyah, Al-‘Utsaimin, dan Al-Albani, sedangkan Nahwu tetap tidak paham, Ushul Fiqih tidak pernah belajar, baca kitab Arab yang paling sederhana tidak bisa, lalu apa alasan anda mengaku saat ini “mengenal Sunnah” dan dulu tidak?
Perlu diingat, pendapat Ibnu Taimiyyah itu ijtihad beliau, demikian juga pendapat Al-‘Utsaimin dan Al-Albani. Mungkin benar dan sesuai Sunnah, dan mungkin salah. Apakah anda mau katakan ijtihad Al-Albani itu Sunnah, sedangkan ijtihad Asy-Syafi’i itu pendapat manusia biasa yang tak perlu diikuti? []
Facebook: Muhammad Abduh Negara