MENGELUARKAN seorang muslim dari lingkup Ahlus Sunnah wal Jama’ah, merupakan perkara yang sangat berat dan berbahaya. Karena secara asal, seorang yang telah masuk ke dalam Islam lalu meyakini dan mengamalkan rukun iman dan rukun Islam dengan baik dan benar, secara otomatis dia termasuk golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Al-Firqatun Najiyah, As-Salafiyyah secara yakin –sesuai dengan dzahirnya-. Demikian dinyatakan oleh Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah dalam “Majmu’ Fatawa”.
Imam Ahmad –rahimahullah- berkata:
إخراج الناس من السنة شديد
“Mengeluarkan manusia dari Sunnah merupakan perkara yang sangat berat.” [HR. Abu Bakar Al-Khallal : 1/373 no : 513].
BACA JUGA: Mengeluarkan Orang dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah
Dalam aqidah, ada masalah ushul (pokok) dan ada masalah furu’ (cabang). Demikian juga dalam masalah fiqh, ada ushul dan ada furu’. Seorang muslim hanya bisa dikeluarkan dari lingkup Ahlus Sunnah wal Jama’ah saat menyelisihi pokok dari pokok-pokok Ahlus Sunnah wal Jama’ah, atau menyelisihi agama secara kuliiyyah (menyeluruh). Tidak bisa dikeluarkan hanya karena kesalahan/perbedaan pendapat di dalam masalah-masalah juz’i (parsial) atau furu’ (cabang agama) yang dibolehkan adanya ijtihad di dalamnya. Untuk lebih detail, silahkan baca tulisan kami yang bertitel USHUL DAN FURU”.
Imam Asy-Syathibi -rahimahullah- (wafat : 790 H) berkata :
وَذَلِكَ أَنَّ هَذِهِ الْفِرَقَ إِنَّمَا تَصِيرُ فِرَقًا بِخِلَافِهَا لِلْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فِي مَعْنًى كُلِّيٍّ فِي الدِّينِ وَقَاعِدَةٍ مِنْ قَوَاعِدِ الشَّرِيعَةِ، لَا فِي جُزْئِيٍّ مِنَ الْجُزْئِيَّاتِ، إِذِ الْجُزْئِيُّ وَالْفَرْعُ الشَّاذُّ لَا يَنْشَأُ عَنْهُ مُخَالَفَةٌ يَقَعُ بِسَبَبِهَا التَّفَرُّقُ شِيَعًا، وَإِنَّمَا يَنْشَأُ التَّفَرُّقُ عِنْدَ وُقُوعِ الْمُخَالَفَةِ فِي الْأُمُورِ الْكُلِّيَّةِ، لِأَنَّ الْكُلِّيَّاتِ تَقْتَضِي عَدَدًا مِنَ الْجُزْئِيَّاتِ غَيْرَ قَلِيلٍ
“Sesungguhnya kelompok-kelompok ini, hanyalah akan menjadi kelompok (yang keluar dari lingkup Ahlus Sunnah) dengan sebab menyelisihi Firqah Najiyah (Golongan yang selamat) secara kulli (umum/menyeluruh) di dalam agama dan kaidah dari kaidah-kaidah syara’, bukan secara parsial (sebagian saja). Karena masalah juz’i (bagian) dan masalah faru’ (cabang agama) tidak akan menimbulkan sebuah penyimpangan/penyelisihan yang menyebabkan sebuah perpecahan menjadi golongan-golongan (yang keluar dari lingkup Ahlus Sunnah). Perpecahan (yang mengeluarkan dari lingkup Ahlu Sunnah) hanya muncul ketika terjadi penyelisihan dalam perkara yang menyeluruh. Karena perkara yang menyeluruh, mengandung perkara-perkara juz’i yang tidak sedikit.”[Al-I’tisham : 2/712, Darul Affan KSA th 1412].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata :
فالمبتدع هو من خالف أصلا من أصول أهل السنة رحمهم الله
“Maka mubtadi’ (ahli bid’ah), adalah seorang yang menyelisihi salah satu ushul (pokok) dari pokok-pokok Ahlus Sunnah –rahimahumullah-. “[Al-Fatawa : 12/485-486].
BACA JUGA: Aku Muslim Ahlus Sunnah Wal Jamaah Salafy
Maka fenomena tabdi’ (menghukumi Ahli bid’ah) dan mengeluarkan kaum muslimin dari Ahlus Sunnah yang didasarkan pada masalah-masalah furu’ atau khilafiyyah ijtihadiyyah seperti masalah qunut subuh, biji tasbih, dzikir jama’i, peringatan maulid nabi, tahlilan, isbal, mengeraskan basmalah, kirim pahala bacaan Al-Qur’an, melafadzkan niat, beda tempat pengajian, beda ustadz, dan yang semisalnya (silahkan tambah sendiri…), merupakan bentuk kesalahan yang harus diluruskan. Karena hal ini pada hakikatnya telah menyimpang dari manhaj Salaf itu sendiri.
Yang lebih memalukan lagi, jika ada seorang yang ditahdzir dan tidak boleh diambil ilmunya, gegara orang tersebut hobi foto selfi. Ini salah satu dagelan paling absurd (konyol) dalam sejarah dakwah Salafiyyah. Apakah fenomena-fenomena ini sebagai salah satu tanda dekatnya akhir zaman? Ya, sangat mungkin. []