SUNGGUHLAH cara Allah menguji keimanan dan kesabaran setiap hamba-Nya berbeda-beda. Kali ini, Dia memberikan ujian untukku melalui kedua orangtua suamiku; ya, bapak dan ibu mertuaku.
Segala sesuatu awalnya berjalan lancar. Aku merasa tak ada masalah yang berarti sepanjang perjalanan pernikahan kami. Hingga sejak beberapa bulan lalu, tiba-tiba saja kedua mertuaku jatuh sakit! Stroke!
Sebagai menantu yang menyayangi orang tua dari pasangan hidupnya, awalnya aku yakin bisa merawat Bapak dan Ibu dengan baik. Namun ternyata, apa yang harus kulalui tak semudah itu.
Penyakit stroke yang mendera Bapak dan Ibu, membuat keduanya tak bisa beraktifitas dengan normal. Ya Allah … tak pernah terlintas di benakku sebelumnya, bahwa aku harus mengurusi keperluan bangun tidur hingga beranjak tidur laginya kedua mertuaku. Termasuk beberapa hal yang mungkin terdengar menjijikan bagi sebagian orang; membersihkan muntahan ketika menyuapi keduanya makan, pun hingga mengurusi keperluan buang air. Dan jujur, aku termasuk dari sebagian orang yang menganggap hal-hal tersebut adalah pekerjaan menjijikan. Karena biar bagaimanapun, pasti ada perasaan risih ketika harus mengerjakan semuanya.
Namun aku bersyukur, Allah tak membiarkan perasaan-perasaan negatif semakin tumbuh subur di dalam benakku. Dalam hening aku mencoba merenungkan semuanya. Rekaman kebaikan Bapak dan Ibu ketika keduanya masih sehat, kupaksa untuk kembali berputar dalam memori otakku.
Astaghfirullah! Bagaimana mungkin aku mengeluh? Tentu tak ada satu manusia normal pun yang ingin jatuh sakit, apalagi sampai harus menggantungkan segala aktifitasnya pada orang lain, termasuk menantunya! Dan aku pun yakin, hal itu juga yang tengah dirasakan oleh kedua mertuaku.
Di tengah malam kupandangi wajah lelah suami yang tengah tertidur pulas. Tiba-tiba aku teringat bagaimana reaksinya yang harus memalingkan muka untuk menahan gumpalan bening yang mulai menggenang di kedua sudut matanya. Jika aku saja yang cuma menantu bisa merasa sebegini terpukul, bagaimana dengan perasaan suamiku yang tak lain adalah anak kandung dari keduanya?
Kurasakan sepasang netraku mulai memanas, ketika ada hal lain yang semakin menyentak kesadaranku. Betapa baiknya lelaki di hadapanku ini? Selama sekian tahun kami menikah, ia senantiasa berusaha menjadi sosok suami dan ayah yang baik bagiku dan putriku. Segala kebaikan yang ada padanya–yang sekarang aku nikmati–tentu tak lepas dari didikan dan kasih sayang yang luar biasa dari kedua orang tuanya yang kini terbaring lemah tak berdaya. Dan mungkin saat ini adalah moment berharga bagiku untuk mendampinginya dalam menunjukkan bakti pada kedua orangtuanya.
Pak, Bu …
Maafkan aku, untuk sebersit perasaan tak baik yang sempat menggelantungi benakku dalam mengurus kalian yang tengah sakit. Sungguh, aku menyanyangi Bapak dan Ibu karena Allah! Sebagaimana kuyakin, Bapak dan Ibu juga menyayangiku hingga memercayakan putra kesayangannya untuk bertanggungjawab menjadi imam dunia akhiratku.
Kini kutersadar. Orang tua kandung dan mertua, sejatinya adalah ladang pahala bagi siapa saja yang dengan tulus ikhlas merawat dan menjaganya.
Namun sebaliknya, dari keduanya pula bisa menjadi sumber dosa bagi para anak dan menantu yang menelantarkannya. []‪
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word