Oleh: Muhammad Daud Farma
ulviyeturk94@gmail.com
SEKERAS apapun kamu berteriak, mereka tidak akan mendengar, “Shummun bukmun”, segimanapun kamu mengoceh bahkan merepet melepas amarah, mereka tidak akan berubah, “Sudah terlanjur dan kebiasaan”, pun mau menceramahi mereka sampai dua puluh empat jam setiap harinya, mereka tidak akan mau mengamalkan hasil ceramahmu, “Hanya dianggap omong kosong doang!”
Apalagi hanya menulis status di sosial media, “Pacaran itu tidak baik, menikah adalah jalan yang terbaik menuju kebahagiaan.”, sudah dianggap basi!.
Dan mungkin kata, “Habis manis sampah dibuang”, itu juga dianggap kata kuno, karena memang sudah kuno sih kata-katanya.
Namuun… Jangan sampai menyerah, teruslah saling menasihatinya selagi ada yang harus dinasihati, semoga Allah memberikan hidayah, ‘inaayah dan maghfirah_Nya.
Mungkin, karena mereka malu jadi single, akhirnya terpaksa harus ikutan dengan yang lain, pacaran dan kecanduan.
Bahkan mereka sudah tidak punya rasa malu lagi menebar pacaran yang mereka pelihara, dipublikasi ke yang lain bahwa ia sudah punya pacar, sudah tidak jomblo lagi, “Ini loh pacar gua, cakep kan? Do’ain ya supaya kami lenggeng”, bukan lenggeng, tapi lekang alias berpisah. Mungkin penyebabnya adalah karena trauma waktu dia jomblo dulu sering diomongin, “Widih, jomblo jumbo, jomblo jatuh tempo, kasihan sekali, lihat nih gua pacaran. Sekarang nggak jaman keless jadi jomblo”.
Maka ketahuilah yang suka ngeledekkin, dia balas demdam sekarang pada dirinya, atau mungkin padamu.
Harga dirinya sudah hilang, dulunya ia anak yang shalih dan shalihah, pendiam. Sekarang harus ikutan budaya pacaran karena merasa hina jadi jomblo. []
Kirim tulisan Anda yang sekiranya sesuai dengan Islampos lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word, ukuran font 12 Times New Roman. Untuk semua tulisan berbentuk opini, harap menyertakan foto diri.