ALASAN utama saya menulis sebenarnya hanya satu: miskin. Pada usia 10 tahun, saya nyaris sudah melakukan semua pekerjaan buruh, mulai dari bertani di sawah, berjualan di pasar, sampai jadi kenek angkot.
Saya dibesarkan di keluarga yang miskin. Abah Emih hanya pekerja kasar, tak bisa baca tulis. Kakak semuanya buruh. Sepanjang SD, saya hanya membeli 2 baju seragam. Selama 6 tahun. Sampai kelas 1 SMA, saya bahkan tak punya kaos kaki. Sepatu sekolah saya adalah bekas kakak laki-laki, dan harus diikat dengan karet gelang kalau dipakai.
BACA JUGA:Â Dua Menutup Pintu
Namun, bahkan ketika SD pun, saya sudah berkata dalam hati, “Jika besar nanti, saya tak mau hidup miskin, dan anak-anak saya tak boleh miskin.” Maka pertama, saya harus sekolah tinggi. Kedua, saya harus menulis.
Waktu kelas 5 SD, saya pertama kali membaca serial Lupus karya Hilman Hariwijaya di Majalah HAI.
Itu tahun 1988. Saya langsung tergila-gila pada Lupus. Saya baca dan cari tahu tentang Hilman. Caranya, dari majalah-majalah bekas. Untuk mendapatkan majalah-majalah bekas itu, saya harus mengumpulkan uang yang didapat selama sepekan, dan kemudian setiap Ahad pagi, saya berjalan ke Pasar Jumat (jaraknya. Sekitar 5 KM dari rumah), untuk membeli majalah-majalah itu. Harga per satu majalah kalau tidak salah Rp 75 perak.
Dari Hilman, saya baca di majalah, menulis terbuka bagi siapa saja. Waktu itu Hilman masih kelas 2 SMA, tapi ia sudah bisa menghasilkan uang sendiri dalam jumlah yang layak untuk ukuran zamannya.
Lama dan sering saya mencoba menulis. Tulisan-tulisan di SMP hanya dibaca oleh beberapa teman sekelas, karena saya tidak PD. SMA kelas 3, saya menulis serius. Honor pertama saya menulis saya belikan formulir masuk sekolah di Bandung.
BACA JUGA:Â Â Medsos, Reuni, dan Cinta Lama
Kini, saya bisa berkempatan ke beberapa wilayah Indonesia berkat menulis. Pun begitu keluar negeri. Saya punya 3 orang anak, dan Alhamdulillah tak kurang, juga dengan jalan menulis. Saya mungkin bukan seorang penulis terkenal, namun dengan menulis, saya hidup.
Ada banyak alasan kita menulis. Dulu saya memulainya karena saya miskin. []