Oleh: Daud Farma
ulviyeturk94@gmail.com
NURI pernah curhat sahabatnya bahwa duitnya dipinjam oleh temannya sebesar 300 ribu rupiah, temannya janji akan diganti sesegera mungkin bahkan sudah ditentukan Nuri tanggal berapa ia akan tagih. Begitu tiba pada tanggal yang ditentukan, temannya Nuri tidak bisa dihubungi, hilang kontak. Nuri pun curhat ke Dandi bahwa ia sedang perlu uang, dan uangnya itu masih dipinjam oleh temannya. Nuri mengadu bukan karena ada niat untuk minjam uang ke Dandi melainkan untuk menghilangkan beban berat yang telah menimpanya, yaitu beban php hutang tak dibayar pada wkatunya.
“Udah ikhlasin aja, Nuri,” saran Dandi.
“Ikhalsin?”
“Ya ikhlasin aja.”
Dan tak ada lagi balasan dari Nuri, ia diam, menelan pahit-pahit saran Dandi yang membuatnya jadi lemas, tak ada lagi semangatnya, putus harapannya uang 300 ribu itu akan dikembalikan temannya kepadanya. Kalau saja rumah temannya itu dekat, sudah lama ia datangi dan mengetuk pintunya untuk menagih hutang. Tapi karena terlalu jauh, hal itu tidak memungkinkan baginya. Nuri pun dipeluk waktu menanti hutang. Sementara Dandi, merasa tak bersalah atas sarannya yang ia sendiri tidak sadari hal itu dapat menyakiti Nuri. Ikhlas? Tahukah Dandi betapa susahnya Nuri mendapatkan 300 ribu itu? Itu adalah gajinya mengajar yang ia tabung. Saran Dandi benar, tapi sedang tidak pada waktu yang tepat.
Kemudian, jarak dua bulan berikutnya. Ada lagi yang mengadu ke Dandi, curhat bahwa dia ditipu oleh penjual jilbab. Nama yang curhat itu Syida.
“Aku rugi 300 ribu. Aku borong jilbab murah 300 ribu, tapi sampai sekarang jilbabnya belum dikirim. Diteleponn gak aktif. WA slow respon lalu hilang, dan sekarang tidak aktif sama sekali. Aku sedih, Dandi.”
“Hahaha. Makanya Syida, jangan sembarang pesan online.”
“Tapi paket yang pertama dulu sampai kok. Meskipun itu juga lama sih, dua minggu lebih baru sampai. Tapi ini udah sebulan lebih belum sampai. Aku curiga dia nipu. Kenapa paket yang pertama sampai sebab aku mesannya cuma sedikit, tapi kali ini satu kodi.”
“Hahaha. Kasihan kamu, Syida. Besok-besok jangan mesan ke dia lagi ya? Hati-hati, Syida. Contoh aku dong, Syida, aku sebagai penjual selalu fast respon, tidak pernah slow respon. Sebab memang pelanggan akan hilang kalau kita slow respon. Dan aku belum pernah menipu pelanggan, Syida. Aku jujur,” terang Dandi pamer bahwa dia adalah orang yang jujur sebagai pedagang kemeja.
“Ya deh, Dandi. Terimakasih nasihatnya.” kata Syida lesu”Sama-sama, Syida.”
Syida sedih bukan main. Tiga ratus ribu itu adalah uang bulanan bayar kos yang sengaja ia pakai dulu buat modal jualannya. Tapi kini ia ditipu oleh distributor dari salah satu jilbab online. Dan bukannya disemangati, Syida malah down atas ucapan Dandi meskipun nasihat Dandi itu ada benarnya. Syida menyendiri di kamar kos, menanti paket jilbab 300 ribu itu datang, ia akan menunggu selamanya, meskipun nanti ia akan coba untuk ikhlas, tapi ia mau menunggu dan terus menunggu.
Satu bulan kemudian, seorang pelanggan memesan kemeja ke Dandi. Biasanya sistim Dandi adalah: kirim uang baru kirim barang, sama seperti penjual online kebanyakan. Namun kali ini Dandi merasa yakin untuk mengirim barang dulu baru uang, dan akhirnya ia pun mengirimkan pesanan kemeja itu pada pelangganya.
Tiga hari kemudian paketnya sudah diterima pelanggan. Dandi minta ditransfer, awalnya pelanggannya slow respon, lalu redup tak aktif telepon maupun whatsapp. Kini Dandi merasakan karmanya sendiri. Karma 300 ribu. Dandi juga sedih, menunggu ditransfer. Dan ia tidak punya sahabat untuk curhat, sebab ia sendiri ternyata merasa tidak enak pada Nuri dan Syida pada waktu mereka curhat dulu: sarannya yang kurang memuaskan kedua temannya. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word