ISTIQOMAH bukan perkara sepele namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Para ulama mendefinisikan istiqomah dengan berjalan di atas ajaran yang lurus dan benar tanpa menyimpang, hal ini mencakup pelaksanaan semua perintah Allah dan meninggalkan semua yang dilarang Allah.
Imam ibnu Hajar pernah menjelaskan pengertian Istiqomah dengan menyatakan bahwa “Istiqomah adalah ungkapan dari komitmen kepada perintah Allah baik berupa pelaksanaan ataupun peninggalan.” (fathul Baari 13/257)
Sedangkan imam ibnu al-Qayyim menyatakan “Istiqomah adalah kata yang mencakup seluruh pengertian agama; yaitu menghadap Allah Ta’ala dengan hakekat shidiq (jujur) dan menunaikan semua perjanjian.”
BACA JUGA: 7 Cara agar Tetap Istiqomah
Seorang mukmin senantiasa berada dalam keadaan sabar dan syukur. Sabar ketika mendapatkan musibah dan semua yang tidak diinginkannya dan syukur ketika mendapat kemudahan dan tercapainya semua keinginannya. Kedua hal ini membutuhkan keistiqomahan yang menjadi sebab kokohnya rasa sabar dan syukur. Selain daripada istiqomah untuk meninggalkan kemaksiatan.
Masalah istiqomah adalah masalah yang sangat penting dan sudah menjadi keharusan kita untuk memberikan perhatian yang besar, sebab Istiqomah menjadi sebab kebahagian dunia dan akherat serta keselamatan dari siksaan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (13) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaaf: 13-14)
Demikian juga firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (31) نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushilaat: 30-32)
Imam ibnu al-Qayyim menjelaskan pentingnya Istiqomah ini dengan menyatakan: “Istiqomah pada keadaan seseorang seperti kedudukan ruh dari badan; sebagaimana badan apabila tidak ada ruhnya maka jadi mayit, demikian juga satu keadaan tanpa adanya istiqomah maka akan rusak. Keistiqomahan adalah sebab baiknya keadaan, juga menjadi sebab bertambah dan cemerlangnya amalan orang-orang zuhud. Tidak akan cemerlang dan sempurna satu amalan tanpa istiqomah.” (Madarij as-Saalikin 2/109).
BACA JUGA: Istiqomah Hingga Akhir
Beliau juga menyatakan: “Kekokohan langkah seorang hamba di ash-Shiraat (jembatan) yang dipasang di atas neraka adalah sesuai dengan kokohnya langkah hamba di jalan yang lurus yang Allah tetapkan di dunia ini, demikian juga ukuran berjalannya di atas jembatan ash-Shiraat sesuai dengan ukuran jalannya hamba tersebut di jalan yang lurus di dunia ini.
Hendaknya seorang hamba melihat kepada syubhat dan syahwat yang menghalanginya berjalan di atas jalan yang lurus (agama islam yang benar), karena dia sama seperti kaitan-kaitan yang ada di sisi-sisi jembatan shirat yang akan mengait dan menghalanginya untuk melewati jembatan tersebut. Semakin banyak dan kuat syahwat dan syuhbat ini pada hamba maka semakin banyak dan kuat juga di sana. (lihat Tafsir al-Qayyim hlm 109). []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM