Oleh : Newisha Alifa
newishaalifa@gmail.com
TERUNTUK kamu …
Andai saat ini aku tahu siapa kamu dan di mana tempatmu berpijak, maka ingin sekali rasanya aku yang pergi menjemputmu. Sayangnya, aku tak tahu siapa dan di mana kamu sebenarnya.
Kamu tahu, apa yang membuatku mulai gelisah?
Bukan. Bukan lagi pertanyaan, “Kapan nih nyusul?” atau “Kapan nikah?” yang mereka lontarkan hampir di setiap kesempatan. Bukan juga karena laju usia yang tak bisa kuhentikan, disertai berbagai kekhawatiran tentang kemungkinan hamil dan melahirkan yang sangat erat kaitannya dengan kodratku sebagai seorang perempuan. Tapi karena berbagai bentuk ‘fitnah’ yang mulai berdatangan dan sangat berpotensi menggerus keyakinanku tentang hadirnya kamu.
Tak sedikit pria yang datang dalam proses pencarianku untuk menemukanmu. Tahukah kamu, bahwa gaya dan modus mereka beraneka ragam. Jika saja Allah tak menyertai perjalanan hidupku dan mengawal hatiku, mungkin sudah sejak lama aku tertipu dalam komitmen yang keliru karena mengira salah satu dari pria-pria itu adalah kamu!
Pernah suatu kali, demi untuk meredam opini orang-orang bahwa aku adalah seorang yang terlalu pemilih masalah pasangan hidup, aku pun ‘memaksakan’ chemistry dengan seorang laki-laki yang kukira adalah orang yang tepat untuk menjadi ayah bagi anak-anakku kelak, namun atas kuasa-Nya, proses tersebut gagal. Setelah kejadian itu aku tersadar, bahwa Allah tengah menyelamatkanku dari pernikahan yang salah.
Bagaimana mungkin suatu pernikahan akan menuai berkah, kalau dari awal saja aku sudah memaksakan diri untuk menerima dia yang ternyata bukan kamu, hanya untuk meredam komentar ini itu dari mereka? Bukankah pernikahan yang bernilai ibadah itu dimulai dari niat yang lurus, yakni menikah hanya karena Allah, bukan karena selain-Nya?
Kegagalan demi kegagalan dalam proses untuk menemukan dirimu yang sebenarnya, membuat mata batinku lebih peka dan berhati-hati dalam menentukan sikap. Bahkan aku jadi lebih selektif lagi dalam berikhtiar. Aku tak mau menghabiskan waktu dengan orang yang salah, dengan dia-dia-dia yang bukan kamu. Aku mulai kembali memercayai kekuatan chemistry yang sempat kuabaikan—demi untuk menuruti apa kata orang lain.
Andai yang membuat langkahmu sempat terhenti, bahkan mundur untuk menuju ke arahku adalah kekhawatiran, bahwa aku tidak bersedia menerimamu yang belum mapan dalam berbagai sisi, maka kumohon hentikan pikiran negatif itu dari kepalamu! Yakinlah, bahwa perempuan yang Allah takdirkan untuk pria tangguh dan bertanggungjawab sepertimu, bukanlah perempuan yang picik seperti itu. Percayalah, bahwa selama kamu gigih dalam mengusahakan kebaikan di jalan yang benar untuk masa depan kita nanti, Insya Allah, selama itu juga aku akan menyertai usahamu. Ingat! Jangan pernah berpikir, bahwa aku akan membiarkanmu berjuang sendirian. Karena sejak kamu memilihku dan aku bersedia untuk menjadi pendamping hidupmu, sejak itu pula harusnya kita sadar, bahwa kita bersedia dan siap untuk berbagi segala rasa, baik suka maupun duka.
Teruntuk kamu, di manapun kamu sekarang …
Teruslah melangkah menuju titik di mana aku—wanita yang Allah takdirkan untukmu—berada. Percayalah, bahwa di suatu tempat, ada wanita yang terus mendoakanmu untuk segera menghalalkannya. Seorang wanita yang sangat merindukan kehadiranmu untuk menjadi jawaban dari segala pertanyaannya, obat dari berbagai luka di masa lalunya, penawar dari segala gelisahnya, serta pelengkap separuh agamanya. Dan wanita itu adalah aku, yang yakin dengan izin Allah, akan mengenalimu sebagai pemilik tulang rusuknya. []
Kirim pengalaman Anda sebagai renungan dan hikmah untuk para pembaca Islampos lainnya. Tulisan dikirim via imel ke islampos@gmail.com dengan subject: RENUNGAN. Tulisan tidak lebih dai 1,5 halaman Microsoft Word.