SUATU hari Umar menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang tidur di atas tikar dari pelepah kurma. Tikar tersebut membekas dipunggung beliau, melihat itu air mata Umar menetes tak tertahankan, tangisannya mengenai tubuh Rasulullah. Rasulullah lantas tergerak dari tidurnya lalu terbangun, kemudian beliau bertanya,“Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?”
Umar menjawab dengan suara tersendat karena tangisan, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar ini membekas dipunggung engkau. Aku juga tidak melihat apapun di rumah engkau. Para raja tidur di atas kasur sutra dan tinggal di istana yang megah, sementara engkau disini. Padahal engkau adalah kekasih-Nya.”
BACA JUGA: Celaan Rasulullah untuk Dukun
Rasulullah kemudian menjawab sambil tersenyum, “ Wahai Umar, mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan, dan tak lama lagi akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sedangkan kita memiliki akhirat?”
Beliau, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melanjutkan lagi, “Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya.”
“Tentu saja, wahai Rasulullah.” jawab Umar.
BACA JUGA: Cara Rasulullah Menyenangkan Perasaan Istri
Tangisan Umar pun cukup terobati dengan apa yang disampaikan oleh beliau, tangisannya memberikan banyak pelajaran bagi kita. []
Sumber: Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim. Yaumun fi Bait ar-Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam, Sehari di Kediaman Rasulullah ﷺ. Jakarta: Darul Haq