• Home
  • Disclaimer
  • Iklan
  • Redaksi
  • Donasi
  • Copyright
Rabu, 14 Mei 2025
Islampos
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari
Tidak ada Hasil
View All Result
Tidak ada Hasil
View All Result
Islampos
Home Kolom

Kawin Paksa Ala ‘Siti Nurbaya’ dalam Perspektif Hukum Fiqih (1)

Oleh Yudi
6 tahun lalu
in Kolom
Waktu Baca: 3 menit baca
A A
0
kawin paksa, Membatalkan Pernikahan

Ilustrasi: Pexels

81
BAGIKAN

“SITI NURBAYA: KASIH TAK SAMPAI”, sering disingkat “SITI NURBAYA”, atau dalam ejaan lama ditulis dengan “SITTI NOERBAJA”, merupakan novel Indonesia karangan Marah Rusli. Novel ini diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit nasional Hindia Belanda pada tahun 1922.

Kawin Paksa Ala 'Siti Nurbaya' dalam Perspektif Hukum Fiqih (1) 1 Kawin Paksa

Penulisnya dipengaruhi oleh perselisihan antara kebudayaan Minangkabau dari Sumatra Barat dan penjajah Belanda yang menguasai Indonesia sejak abad ke -17. Pengaruh lainnya, barangkali pengalaman buruk Rusli dengan keluarganya. Setelah memilih perempuan Sunda untuk menjadi istrinya, keluarganya menyuruh Rusli kembali ke Padang dan menikah dengan perempuan Minang yang dipilihkan.

Novel ini menceritakan tentang kisah dua orang remaja yang bernama Samsulbahri dan Siti Nurbaya yang saling mencintai, akan tetapi terpisah. Karena Samsulbahri harus pergi ke Batavia untuk melanjutkan pendidikan. Belum lama kemudian, Siti Nurbaya dipaksa oleh orang tuanya untuk menikah dengan Datuk Maringgih (seorang yang kaya raya akan tetapi kasar) sebagai cara untuk melunasi hutangnya. Karena orang tua Siti terlilit hutang kepada Datuk Maringgih dan tidak mampu untuk melunasinya. Apa boleh buat, Siti Nurbaya akhirnya tidak mampu menolak keinginan orang tuanya…demikian sepenggal kisah dari Novel tersebut di atas.

ArtikelTerkait

Dajjal pun Tak Bisa Menaklukkan Baitul Maqdis

Doa Terbaik untuk Muslim Pakistan dan India

Perang Khandak dan Badai Al-Aqsa, Pecah Kongsinya Yahudi

Jiwa Bertempur Pejuang Palestina dan Penjajah Israel

BACA JUGA: Solusi Agar Tak Kawin Lari

Pada akhirnya, kata Siti Nurbaya digunakan untuk mengungkapkan berbagai praktek kawin paksa pada masa-masa setelahnya, bahkan sampai zaman kita sekarang ini. Misalnya “jangan ada lagi Siti Nurbaya”, atau “cukup Siti Nurbaya yang mengalami hal itu”, dst. Slogan-slogan seperti ini, seolah mengisyaratkan bahwa kawin paksa yang menimpa Siti Nurbaya adalah suatu kejadikan yang dzolim dan jelek. Benarkah asumsi seperti ini ? simak penjelasannya dari sudut pandang fiqh berikut ini.

Penetapan bolehnya seorang wali untuk melakukan Al-Ijbar (Pemaksaan) nikah wanita yang ada di bawah perwaliannya ada tiga keadaan :

1]. Seorang wanita yang tidak memiliki atau kurang memiliki keahlian dalam mempertimbangkan kemashlahatan dan kemudharatan.

Seperti anak kecil, orang gila,dungu dan yang sejenis dengannya. Maka boleh bagi walinya untuk memaksa mereka dalam suatu pernikahan, tanpa mengajak musyarawah, atau meminta pertimbangan, atau meminta ijin kepada mereka. Dan ini merupakan pendapat Jumhur ulama’ (mayoritas ulama’) kecuali Al-Hanafiyyah. Bahkan sebagian ulama’ menukil adanya ijma’.

Dalilnya hadits dari sahabat Urwah bin Az-Zubair –radhiallohu ‘anhu- beliau berkata :

تَزَوَّجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَائِشَةَ وَهِيَ بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ، وَبَنَى بِهَا وَهِيَ بِنْتُ تِسْعٍ، وَمَكَثَتْ عِنْدَهُ تِسْعًا

“Nabi –shollallahu ‘alaihi wa sallam- menikahi Aisyah pada saat dia (Aisyah) umur enam tahun. Kemudian beliau mengumpulinya saat usianya sembilan tahun. Beliau tinggal di sisinya selama tujuh hari.” [ HR. Al-Bukhari : 5158 ].

Advertisements

Kawin Paksa Ala 'Siti Nurbaya' dalam Perspektif Hukum Fiqih (1) 2 Kawin Paksa

Musyawarah atau permohonan ijin terhadap mereka, tidak bermanfaat. Karena jenis wanita seperti ini, tidak mengerti apa itu menikah, lebih-lebih mempertimbangkan manfaat atau mafsadatnya. Sehingga pernikahan yang terjadi dalam kondisi seperti ini adalah sah. Karena Nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- melakukannya.

2]. Seorang janda yang telah baligh dan berakal.
Jenis kedua ini, tidak boleh bagi walinya untuk menikahkannya secara paksa. Akan tetapi hendaknya didiajak untuk bermusyawarah (dimintai pendapatnya) serta meminta ijin kepadanya. Demikian menurut pendapat jumhur ulama’ (mayoritas ulama’). Bahkan sebagian ulama’ sampai menukil ijma’ dalam masalah ini.

Dalilnya sebuah hadits dari sahabat Abu Hurairah –radhiallohu ‘anhu- beliau berkata,Rosulullah –shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

«لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلاَ تُنْكَحُ البِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: «أَنْ تَسْكُتَ»

“Seorang janda tidak dinikahkan sampai dimintai ijin dan diajak musyawarah. Seorang perawan tidak dinikahkan sampai dimintai ijin.” Para sahabat bertanya : “Wahai Rosulullah ! Bagaimana ijinnya ?”Beliau menjawab : “Diamnya.” [ HR. Al-Bukhari : 5136 dan Muslim : 1491 ].

3]. Wanita perawan yang telah baligh dan berakal.

BACA JUGA: Bekerja Dapat Menjadi Mas Kawin?

Pada jenis ketiga ini telah terjadi silang pendapat di kalangan para ulama’. Pendapat jumhur ulama’ (mayoritas ulama’), diantara mereka Malik bin Anas, Asy-Syafi’i, salah satu riwayat yang masyhur dari Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, dan selain mereka, bahwa seorang wali punya hak untuk memaksanya untuk dinikahkan lelaki yang menjadi pilihannya. Tanpa harus minta ijin, atau musyawarah, atau persetujuan. Adapun Hanafiyyah, berpendapat tidak bolehnya hal tersebut.

Dalil mereka (jumhur), sebuah riwayat dari Ibnu Abbas –radhiallohu ‘anhu- beliau berkata, sesungguhnya Nabi –shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا، وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ، وَإِذْنُهَا سُكُوتُهَا

“Seorang janda lebih berhak terhadap dirinya dari walinya. Seorang perawan, dimintai ijin dan diajak musyawarah. Dan ijinnya adalah diamnya.” [HR. Muslim : 1421 dan selainnya]. [Bersambung]

Facebook: Abdullah Al-Jirani

Tags: KawinKawin Paksa
Share81SendShareTweetShareScan
Advertisements
ADVERTISEMENT
Previous Post

Mutiara Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Tholib

Next Post

Kawin Paksa Ala ‘Siti Nurbaya’ dalam Perspektif Hukum Fiqih (2-Habis)

Yudi

Yudi

Terkait Posts

Baitul Maqdis

Dajjal pun Tak Bisa Menaklukkan Baitul Maqdis

13 Mei 2025
Pakistan

Doa Terbaik untuk Muslim Pakistan dan India

11 Mei 2025
Yahudi

Perang Khandak dan Badai Al-Aqsa, Pecah Kongsinya Yahudi

11 Mei 2025
Genosida, Nasrulloh Baksolahar, Palestina

Jiwa Bertempur Pejuang Palestina dan Penjajah Israel

8 Mei 2025
Please login to join discussion

Tulisan Terbaru

siswa ,tawuran

7 Cara Mendisiplinkan Siswa yang Sering Tawuran: Pendekatan Tegas tapi Manusiawi

Oleh Yudi
14 Mei 2025
0

kecoak

7 Cara Ampuh Mengusir Kecoak di Dalam Rumah: Solusi Praktis dan Alami

Oleh Yudi
14 Mei 2025
0

Konstantinopel

Berapa Jarak Waktu yang Disebutkan oleh Rasulullah dengan Penaklukan Konstantinopel oleh Al-Fatih?

Oleh Haura Nurbani
14 Mei 2025
0

Mobil

Mobil Listrik vs Hybrid: Apa Bedanya dan Mending Pilih Mana?

Oleh Saad Saefullah
14 Mei 2025
0

Sebab Istri Harus Taat kepada Suami, Cinta

Puisi Cinta Suami pada Istrinya: Yang Tak Pernah Kusuarakan

Oleh Dini Koswarini
13 Mei 2025
0

Terpopuler

Shalat Dhuha, Sebaiknya Dilakukan di Jam Ini

Oleh Saad Saefullah
4 Juni 2024
0
Surat yang Harus Dibaca ketika Shalat Dhuha, Keutamaan Shalat Rawatib, Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib, Tata cara shalat, , Hukum Baca Surah yang Sama dalam Shalat, Hukum Menqadha Shalat untuk Orang yang Sudah Meninggal, Shalat Sunnah, Pahala dan Keutamaan Shalat Dhuha, Sunnah, Allahu Akbar, Shalat Tasbih, Keutamaan Shalat Qobliyah Shubuh

Waktu shalat Dhuha diawali sejak naiknya matahari, yaitu sekitar ¼ jam setelah munculnya matahari.

Lihat LebihDetails

Cara Singkat Tulis ‘Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ﷺ di Microsoft Word, Ini Dia

Oleh Saad Saefullah
19 Oktober 2024
1
Nabi Muhammad Keutamaan Membaca Sholawat, Waktu Terbaik Bershalawat, Sholawat, Ciri Fisik Rasulullah, Wasiat Nabi Sebelum Wafat, Cara Bershalawat yang Benar kepada Nabi, Keistimewaan Rasulullah, Kebiasaan Nabi Muhammad ﷺ, Rasulullah

Selain untuk membuat karakter shalawat tersebut, kita juga bisa membuat lafadz Allah (ﷲ), Muhammad (ﷴ), Basmalah (﷽), Jalla Jalaluhu (ﷻ)...

Lihat LebihDetails

4 Janji Allah pada Orang Ahli Tahajjud

Oleh Saad Saefullah
3 April 2025
0
Tahajjud, Amalan di Pagi Hari, Shalat Taubat, Renungan, Tahajjud, Shalat Malam

Di antara janji-janji Allah bagi para ahli tahajjud adalah sebagai berikut.

Lihat LebihDetails

8 Cara Mengetahui Gejala Penyakit Jantung Sejak Dini

Oleh Yudi
11 Mei 2025
0
jantung

Gejala paling umum dari penyakit jantung koroner adalah nyeri dada. Biasanya terasa seperti ditekan, diremas, atau berat di dada.

Lihat LebihDetails

25 Hal yang Tidak Boleh Dilakukan di Tempat Kerja

Oleh Dini Koswarini
13 Mei 2025
0
Cara Pengembangan Diri, Zakat Online, Tips Agar Nggak Ngantuk di Siang Hari, keutamaan syukur, Cara Jaga Hati yang Sehat, Syarat Bekerja dalam Islam, Tempat Kerja

Apa saja hal-hal yang tampaknya sepele, tapi sebenarnya berdampak besar jika dilakukan di tempat kerja?

Lihat LebihDetails
Facebook Twitter Youtube Pinterest Telegram

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.

Tidak ada Hasil
View All Result
  • Home
  • Beginner
  • Tahukah
  • Sirah
  • Renungan
  • Muslimbiz
    • Muslimtrip
  • Berita
  • Cari

© 2022 islampos - Membuka, Menginspirasi, Free to Share.