MELIHAT beberapa teman lama yang dulu berjilbab rapat namun kini konsisten lebih “modis” dan minimalis, pertanyaan saya segera melayang: dikemanakan jilbab lebar semasa mahasiswi dulu ya? Sungguh sayang bila jilbab yang dulu membalut rapat kini teronggok dalam kopor tua dan tidak ingin dijamah. Semoga memegangnya kini tidak bak berasa membuka kenangan pahit di era “kejahilan”.
Pilihan berjilbab dengan lebar ataukah mengecil terkadang bukan semata karena kesadaran diri hasil sebuah refleksi mendalam. Ada yang karena kebutuhan di kantor awalnya, lambat laun menikmati dan jadilah kian mengecil busana jilbab penutup kepala. Ada juga yang demi studi di mancanegara, keasyikan hingga pulang ke negeri sendiri. Seolah Indonesia pun layak masuk kondisi darurat yang membolehkan lebih longgar dalam syarat berjilbab.
Bisa pula karena pergulatan dalam rumah tangga. Ada yang suaminya meminta mengecilkan jilbab lebarnya. Bisa saja suaminya dulu sesama aktivis tapi makin “tercerahkan” dengan dunia sehingga mau “menerima realita”. Bisa pula lantaran si suami beragama ala kadar tapi si perempuan dulu menyangka mampu mendakwahi. Alih-alih si suami makin islami dalam berbusana, si istrinyalah yang akhirnya terwarnai. Seorang teman alami ini; dari dulu seorang pengader organisasi mahasiswa Islam, perlahan-lahan melepas semua jilbab, syukurnya belakangan kembali berjilbab meski tidak serapat dulu.
Pergulatan juga bisa karena soal konflik keluarga. Pisah dengan suami kadang memunculkan aksi penanda beda. Karena si suami tetap berislam dalam simbol, istri yang minta dicerai nekat berubah drastis. Kasus lepas jilbab drastis seorang komposer musik dan penyanyi bertalenta pernah kita dengar bukan? Seorang teman juga alami ini.
Yang menyesakkan juga adalah pengecilan jilbab kadang ada contoh dari tokoh anutan. Si fulan sebagai anutan makin kecil jilbabnya. Katanya atas nama dakwah, dan toh sudah memenuhi kriteria menutupi dada. Dalih yang logis ataukah sekadar cari-cari alasan demi ikuti tren? Wallahu’alam, yang jelas banyak perempuan yang sudah berumur dalam dakwah pun mengecilkan jilbabnya dengan permakluman semacam itu—padahal dia dulu dikenal ketat dalam berjilbab.
Baiklah, apa pun alasan, sebab, dan pengokoh pilihan mengecilkan dan/atau marapatseksikan jilbab, ke mana jilbab lebar yang dulu dipakai anggun? Bagaimana pula perasaan hati ini melihat kembali? Sedih, terkenang, atau malu atas kesalahan berpuritan? []