Oleh: Lekha Nattaya
“HALLO, Mas,” sapaku seperti biasa, ketika mengangkat telepon dari suami yang tidak pernah absen menghubungiku setiap hari di sela-sela jam kerjanya.
“Assalamualaikum, Sayang, lagi apa?” tanya suamiku kemudian.
“Wa’alaikumsalam. Biasa, Mas … nunggu toko sambil facebookan, bbman, dan internetan browsing-browsing,” sahutku malas.
“Ooh iya. Sayang sudah makan? Gimana toko hari ini?” tanya dia lagi.
“Sudah baru saja. Hari ini sepi, Mas. Enggak ada yang datang.”
BACA JUGA:Â Berprasangka Buruk Hanya akan Datangkan Hal yang ‘Buruk-buruk’
“Jangan bilang sepi dan enggak ada. Belum ada yang datang gitu, Sayang,” tegas ia mengoreksi.
“Oh iya, maksudnya seperti itu, Mas,” tukasku, sedikit merasa bersalah.
Sudah hampir dua bulan aku dan suami merintis usaha. Setelah memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan di sebuah perusahaan. Sementara ia tetap bertahan dengan pekerjaannya.
Kami menyewa sebuah kios yang harga sewanya sedikit lebih murah dibanding kios lain di wilayah tempat kami membuka usaha: hanya tujuh juta pertahun. Menjual pakaian muslim-muslimah dan berbagai jenis batik dari Pekalongan. Kenapa batik? Karena waktu itu, di lingkungan kios tempat kami berjualan, belum ada yang menjual batik, sehingga aku dan suami mencoba melakukan diferensiasi. Alhamdulillah, meski tertatih-tatih dalam masa ‘babat alas,’ usahaku sejauh ini lumayan berjalan lancar meski hingga saat ini belum bisa dikatakan untung.
Ada saja yang datang, entah membeli kemeja batik, sarimbit, jilbab, ataupun gamis. Namun sering juga merasa seperti orang hilang menunggui toko sendirian jika dalam sehari benar-benar tidak ada yang datang meski sekadar berkunjung.
Pada waktu awal-awal membuka toko misalnya, selama kurang lebih satu minggu, tidak ada pemasukan. Dan suamiku hampir tidak pernah absen menanyakan kabar, sudah makan belum, dan bagaimana toko hari ini. Yang aku suka darinya adalah senantiasa berpikir positif terhadap segala hal.
“Ya sudah tidak apa-apa. Namanya juga toko baru, wajar saja kalau orang-orang cuma lihat-lihat dulu,” katanya suatu hari, “sudah Ahamdulillah, Sayang, ada yang berkunjung, berartikan ada daya tarik pada barang jualan kita. Iya, kan?” Aku pun manggut-manggut mengiyakan.
Begitulah suamiku. Prasangka baiknya pada Sang Pemberi rizki sangat tinggi. Apa pun keluhanku tidak pernah mengendurkan keyakinan dan semangatnya, bahwa setiap apa yang kita usahakan pasti akan mendapatkan hasil jika kita serius, dan terus berbaik sangka pada Allah SWT.
Kenyataannya, Allah SWT memang tidak pernah tidak menepati janji. Dia punya cara sendiri untuk menunjukkan rahmat dan rahim-Nya pada usahaku. Bahwa apa yang kita sangkakan, itulah yang Alloh tunjukkan. Selalu, setiap kali aku sedikit mengeluh pada suami, pasti mendapati ia dengan prasangka baiknya. Secara tidak langsung pikiranku tersugesti seperti apa yang dia pikirkan, yakni senantiasa berhusnudzon pada Alloh SWT.
Entah dari mana datangnya. Tiba-tiba ada seorang wanita tengah baya datang membeli dagangan dalam jumlah banyak. Katanya mau dijual lagi. Masyaa Allah. Tidak hanya sekali dua kali juga pembeli datang ketika aku bersiap-siap akan menutup toko dan segera pulang—setelah seharian sama sekali tidak ada yang datang.
BACA JUGA:Â Husnudzon dalam Bermedia Sosial
Sekali waktu juga pernah, setelah dua tiga hari tidak ada pelanggan yang datang ke toko, tiba-tiba saja anak-anak SMK di wilayah daerahku berjualan, datang meminta ijin mengambil beberapa potong jilbab untuk mereka jual, katanya ada tugas praktek jualan dari sekolahnya. Dan tak tanggung-tanggung, mereka tidak hanya bisa menjual satu dua potong, tapi lebih dari 20 potong jilbab berhasil mereka jual dalam sehari dan yang membuatku bersyukur adalah ketepatan dan kejujuran mereka dalam menyetorkan uang hasil penjualan.
Bukankah ada sebuah hadist terkenal yang mengatakan bahwa, “Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku,’ (HR.Turmudzi).” Sungguh, jika kita yakin dan terus yakin dengan selalu berpikir dan berprasangka baik kepada-Nya, maka datangnya rizki itu terasa seperti sebuah keajaiban.
Begitulah, terkadang kita harus tau rasanya bosan menunggu, agar bisa merasakan nikmatnya bersyukur ketika Alloh SWT. telah menghadirkan apa yang kita tunggu. AllAh tidak tidur kawan. Marilah dan teruslah berpikir positif, selalu berprasangka baik pada-Nya. []