Oleh: Sri Widowati Retno Pratiwi
Purworejo
wid.cah.poerjo@gmail.com
BANYAK sudah orang yang mengalami dan menikmati keajaiban sedekah dengan beragam alur kisah masing-masing. Dari sekian kisah nyata tentang keajaiban sedekah, sebuah kisah terjadi empat belas tahun lalu di salah satu sudut kota Semarang.
Wie, seorang perantau yang berprofesi sebagai sales harus menahan lapar selama berhari-hari. Apa sebab? Kerja salesnya tidak membuahkan hasil yang memuaskan, sehingga dia sampai pada situasi kehabisan uang samasekali. Wie berniat meminjam uang kepada si pemilik rumah yang ditumpanginya.
Tetapi si pemilik rumah sedang berpergian jauh dan tidak diketahui pasti kapan kembalinya. Sementara untuk meminjam uang kepada yang lain, Wie merasa enggan. Akhirnya Wie memutuskan bersabar menghadapi kondisi sulit tersebut. Kemanapun dia berpergian, Wie selalu berjalan kaki dan hanya minum air putih untuk bertahan hidup.
Karena berhari-hari tidak makan, perlahan-lahan fisik si Wie mulai melemah. Suatu hari dia pulang lebih awal dan segera merebahkan diri. Badan Wie sudah sangat letih lesu. Ditambah lagi rasa frustrasi karena selama beberapa hari itu pula tak ada orang satupun yang mau membeli produk yang ditawarkannya.
Belum lama Wie beristirahat, datanglah tamu dua orang anak yatim. Kedua anak yatim tersebut ternyata hendak meminta sedekah uang. Wie jadi tertegun. Dia sungguh ingin memberi sedekah kepada kedua anak yatim itu, tetapi dia sendiri sedang kelaparaan dan tidak punya sepeserpun uang.
Maka Wie menolak permintaan mereka dengan halus. Wie mengatakan jika semisal dia sudah dapat uang , kedua anak yatim itu boleh datang lagi meminta sedekahnya. Lalu mereka meminta hal yang lain, yaitu jilbab. Si Wie mengiyakan. Dia mempersilahkan kedua anak yatim itu memilih dan mengambil sendiri jilbab yang ada di almarinya, sementara dia kembali merebahkan diri.
Tak lama berselang, datang si Han, teman pengajian Wie. Agak mengherankan bagi Wie, sebab Hanum tanpa banyak basa-basi menyerahkan satu kantong plastik besar kepadanya. Dia juga berpesan supaya esok hari Wie menemui ibunya, yakni bu Fah. Setelah itu Han langsung pergi. Wie lalu membuka kantong plastik besar pemberian Han yang ternyata isinya full jilbab.
Wie memanggil kedua anak yatim. Dia menyuruh mereka supaya mengambil semua jilbab yang di kantong plastik besar saja, karena jilbab-jilbabnya lebih bagus daripada yang ada di almari. Setelah kedua anak yatim itu pulang, si Wie menunaikan shalat Ashar. Karena badannya terasa semakin lemas, seusai shalat dia langsung berbaring dengan masih mengenakan mukenanya. Wie yang tidak dapat memejamkan matanya terus berdoa agar Allah memberikan jalan , sehingga dia bisa keluar dari kondisi kelaparan dan serba sulit itu.
Menjelang Magrib, lagi-lagi ada tamu. Tamu itu adalah utusan salah seorang tetangga untuk memberikan sebakul makanan sebagai undangan agar Wie menghadiri acara kenduri di rumah yang bersangkutan selepas waktu Isya’. Tentu Wie sangat bersyukur atas hal tersebut. Pada akhirnya dia mendapat makanan setelah beberapa hari menahan lapar dan nyaris kehabisan tenaga. Maka begitu si tamu berlalu, si Wie segera makan dan kembali bersemangat mengerjakan segala aktivitasnya. Sehabis shalat Isya’ , dia pun bergegas memenuhi undangan si tetangga.
Keesokan harinya Wie tidak berangkat kerja. Dia memutuskan untuk menemui bu Fah sesuai pesan si Han. Tiba di rumah bu Fah, Wie merasa heran karena dia tidak disuruh melakukan apa-apa. Dia hanya diajak duduk ngobrol ngalor –ngidul berjam-jam sambil menikmati berbagai hidangan yang telah disiapkan oleh bu Fah.
Ketika Wie pamit hendak pulang, bu Fah memberinya sebuah amplop. Amplop tersebut sebagai tanda terima kasih karena Wie sudah bersedia menemani bu Fah ngobrol sampai hampir setengah hari.
Betapa surprise dan bersyukurnya Wie manakala dia membuka amplop pemberian bu Fah. Tenyata amplop itu berisi uang dengan jumlah yang lumayan cukup untuk memenuhi kebutuhanya selama beberapa waktu ke depan. Dia kemudian teringat pada dua anak yatim yang kemarin meminta sedekahnya.
Maka Wie segera pergi menemui kedua anak yatim tersebut dan menyedekahkan sebagian uang yang baru saja dia terima. Memang tak diragukan lagi bahwa amal sedekah memiliki banyak hikmah. Entah sedekah itu dilakukan di saat lapang, maupun sempit. Baik sedekah itu berupa uang ataupun barang yang lain. Namun hikmah sedekah di kala sempit terasa jauh lebih berkesan. []