Oleh: Feby Arma Putra
Pengajar SMPIT Insan Cita Serang
ADA data menarik yang dilansir oleh PBB pada September 2012 tentang sesuatu yang disebutnya sebagai ”Laporan Kebahagiaan Dunia”. Dalam laporan itu menjelaskan hubungan tingkat kemakmuran suatu Negara yang diukur melalui GNP (Gross National Product) dengan tingkat kebahagiaan negara tersebut. Hasil yang diperoleh cukup mengejutkan.
Data tersebut menyebutkan daftar negara yang bahagia masih didominasi oleh negara-negara Skandinavia. Sebelumnya sebuah penelitian yang dilakukan oleh para professor di LSE (London School of Economic) pada tahun 2005 menempatkan Bangladesh sebagai negara paling bahagia di dunia! (dilansir oleh www.satuharapan.com)
Sulit dibayangkan kalau negara yang terkenal dengan kemiskinan dan bencana alam tersebut justru menjadi negara paling bahagia di dunia. Meskipun kita tidak mengetahui apa indicator yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh PBB dan LSE di atas, paling tidak laporan itu seakan meralat bahwa kebahagiaan tidaklah sama dengan tingkat kepemilikan materi.
Amerika Serikat saja yang merupakan Negara besar dan dikenal cukup menguasai dunia Cuma berada pada urutan ke 11 dalam Laporan PBB tersebut, bahkan LSE menempatkan Negara mereka sendiri, Inggris, pada urutan ke 32.
KH. Sudarman Ibnu Murtadho, Lc, Pengasuh Pesantren Terpadu Insan Cita Serang (ICS) Banten, dalam sebuah Taujihnya mengatakan “Kebahagiaan itu tidak bisa diukur dengan variabel duniawi, tetapi pada pemahaman akan makna kehidupan”
Jika kebahagiaan itu dengan standar kekayaan, maka orang miskin tidak berhak bahagia. Jika standar kebahagiaan itu adalah Jabatan atau kekuasaan, maka rakyat jelata tidak berhak bahagia. Atau jika Allah Subhanallah Wata’ala meletakkan kebahagiaan itu pada variable-variable dunia maka hanya segelintir orang yang akan memperoleh kebahagiaan. Tetapi bukan itu.
Kebahagiaan berada pada sejauh mana kita mehamani kehidupan ini.Artinya setiap orang berhak untuk memperoleh kebahagiaan. orang kaya, orang miskin, pejabat, raja, rakyat jelata semuanya bisa bahagia.
“Allah meluaskan rezki dan menyempitkan nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Ar-Ro’du : 26)
Carilah dunia sesuai kemampuan. Tidak perlu ngoyo, serakah, memaksakan diri, sikut kanan sikut kiri, saling menjatuhkan satu sama lain, sebab semua hanya sementara. Anak hanyalah titipan, Pangkat dan derajat hanya sebentar di dunia saja.
Berhentilah bersedih, dunia ini Cuma sementara dan fana. ayo mulailah hidup bahagia dengan memahami makna kehidupan ini. Dari mana? Sedang Dimana? Mau Kemana? Semoga Allah Subhanallahu Wata’ala izinkan kita masuk ke surga-Nya. Wallahu Alam. []