SETIAP kebaikan tidaklah langgeng, kecuali kebaikan berupa ilmu, nasihat dan bimbingan. Setiap perkara yang bermanfaat bagi manusia -yang sampai kepada seorang siswa atau yang lainnya- maka hal itu termasuk kebaikan dan amal jariyah bagi si pemiliknya.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang mempelopori jalan yang baik, maka bagi dia pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat.” (HR Muslim)
Seorang penuntut ilmu seharusnya bersikap lemah lembut terhadap gurunya dan sopan ketika bertanya. Janganlah bertanya kepada gurunya pada saat guru sedang gusar, penat, atau marah. Ini agar dia tidak mempunyai pemikiran yang menyalahi kebenaran -pada saat kacau pikirannya-, paling tidak nantinya akan memberikan jawaban yang kurang lengkap.
Apabila seorang penuntut ilmu mendapatkan gurunya berbuat kesalahan maka janganlah menyebutkan kesalahan tersebut secara terus terang. Tetapi, betulkanlah kesalahannya dengan cara bertanya dan bersikap sebagai seorang siswa terhadap gurunya. Hendaklah hal itu dilakukan berulang-ulang sampai terang bagi sang guru mana yang benar.
Kebanyakan manusia -apabila engkau tegur langsung kesalahannya, kecil sekali kemungkinannya untuk rujuk- berat bagi dia untuk mengakui kesalahan, kecuali orang yang telah menguasai diri dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Orang seperti ini tidak akan tersinggung apabila pendapatnya dikritik atau ditegur secara langsung. Akan tetapi, jarang sekali ada orang yang seperti ini. Hanya dengan taufik Allah dan melatih jiwa untuk menekan gengsi, barulah orang tersebut akan mempunyai jiwa besar untuk mengakui kesalahannya, dan merujuk kepada kebenaran.
BACA JUGA: Begini Adab Murid yang Baik terhadap Gurunya
Seorang guru haruslah memperlihatkan kecerdasan dan kemampuan siswanya dalam menerima pelajaran. Dia harus membimbing siswanya dalam menerima pelajaran. Janganlah ia membiarkan siswanya menyibukkan diri dengan buku yang tidak sesuai untuknya. Jika ia membiarkan saja, berarti dia tidak memberikan nasihat kepada siswanya. Sesungguhnya ilmu yang sedikit disertai dengan pemahaman dan pengertian lebih baik daripada ilmu yang banyak tetapi tidak dipahami dan besar kemungkinannya untuk lupa.
Begitu pula ketika ia menyampaikan pelajaran, hendaklah disertai dengan penjelasan yang disesuaikan dengan pemahaman dan daya tangkap siswanya. Janganlah mencampuradukkan antara masalah yang satu dengan yang lainnya. Janganlah pindah dari masalah yang satu ke masalah lainnya, sebelum materi tersebut dikuasai muridnya dengan baik. Disebabkan, antara satu materi dengan materi lainnya saling berkesinambungan sehingga akan memudahkan bagi siswa untuk memahami materi berikutnya. Kalau tidak demikian, berarti akan menyia-nyiakan yang pertama dan murid tidak dapat memahami yang berikutnya. Kemudian, semakin menumpuk masalah-masalah yang tidak dikuasai sehingga ia akan bosan dan sempit dadanya untuk mengulang-ulang masalah tersebut. Oleh karena itu, janganlah perkara ini diremehkan.
Seorang guru hendaklah selalu memberikan nasihat kepada siswa semaksimal mungkin. Dia harus bersabar akan kelambanan siswa dalam hal pemahaman. Demikian pula, dia harus bersabar atas kelakuan siswanya yang tidak baik atau kurang ajar. Bersabar dengan penuh perhatian dan pemantauan untuk memperbaiki dan meluruskan adabnya.
Hendaklah seorang penuntut ilmu duduk dengan sopan di hadapan gurunya, menampakkan kebutuhannya yang sangat kepada ilmunya, dan mendoakan kebaikan untuknya. Baik pada saat bertemu dengannya, ataupun disaat tidak bertemu.
Apabila seorang guru sedang memberikan pelajaran atau sedang menjelaskan sesuatu, maka janganlah siswa menampakkan bahwa ia telah mengetahui masalah tersebut, meskipun sebenarnya ia telah mengetahui.
Akan tetapi, hendaklah ia mendengarkan keterangan gurunya tersebut dengan serius. Meskipun dia telah mengetahui sebelumnya, lebih-lebih dengan keterangan gurunya yang belum ia ketahui ?! Adab seperti ini baik sekali untuk di praktekkan terhadap setiap orang. Baik dalam masalah ilmu, ataupun percakapan lainnya. Baik dalam masalah agama maupun dalam masalah keduniaan.
Apabila sang guru berbuat kesalahan dalam suatu hal, maka hendaklah penuntut ilmu menegurnya dengan penuh lemah lembut sambil memperhatikan situasi dan kondisi. Janganlah mengatakan kepadanya, “Engkau telah berbuat salah! Sesungguhnya yang benar bukan seperti yang engkau katakan!”, tetapi hendaklah menegurnya dengan kata-kata yang sopan.
Cara seperti ini akan menjadikan seorang guru sadar akan kesalahannya, tanpa ada rasa gusar dihatinya. Cara seperti ini merupakan keharusan dalam bersikap terhadap seorang guru. Hal ini lebih mengena untuk sampai kepada kebenaran. Kritikan yang disertai dengan adab yang buruk akan membuat hati orang yang dikritik menjadi gusar sehingga akan menghalanginya untuk dapat menangkap pemahaman yang benar dan menghalanginya untuk mengetahui maksud baik orang yang menegurnya.
Sebagaimana hal tadi merupakan keharusan sikap penuntut ilmu terhadap gurunya, maka haruslah bagi seorang guru apabila berbuat kesalahan agar merujuk kepada kebenaran meskipun sebelumnya ia telah menyampaikan satu pendapat, kemudian terbukti bahwa pendapat tersebut salah. Maka ia tidak segan-segan untuk rujuk kepada kebenaran karena sikap ksatria tadi merupakan tanda keadilan dan kerendahan hatinya terhadap kebenaran, baik yang datang dari anak kecil maupun orang dewasa.
Termasuk nikmat yang Allah berikan kepada seorang guru bahwa ia mendapatkan para siswa yang mau menegur kesalahannya dan membimbing kepada kebenaran sehingga kebodohan yang telah menyelimutinya selama ini menjadi lenyap. Maka seharusnya ia bersyukur kepada Allah Ta’ala, kemudian berterima kasih kepada orang yang menasihatinya, baik ia seorang siswa atau selainnya karena melalui sebab orang tersebut ia mendapatkan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
BACA JUGA: Adab sebelum Ilmu, Inilah yang Harus Dilakukan Murid pada Guru
Di antara hal yang paling agung yang harus dimiliki para ahli ilmu dan penuntut ilmu adalah mempraktekkan apa yang ia sampaikan tentang akhlak yang terpuji dan membuang segala akhlak yang hina.
Mereka adalah orang-orang yang paling utama untuk menjalankan segala kewajiban, baik kewajiban lahir maupun yang batin. Dan meninggalkan segala hal-hal yang haram, dikarenakan mereka memiliki keistimewaan berupa ilmu pengetahuan, yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Juga dikarenakan mereka adalah teladan manusia. Manusia pada dasarnya selalu mencontoh ulama mereka dalam kebanyakan urusan, baik diakui atau tidak. Juga dikarenakan protes dan kecaman atas mereka, apabila perbuatan mereka bertentangan dengan apa yang mereka katakan. Kecaman terhadap mereka jauh lebih besar daripada kecaman yang dilontarkan kepada selain mereka, dalam perbuatan yang sama.
Para salafush shalih juga memperoleh ilmu dengan mempraktekkan ilmu tersebut. Apabila ilmu itu diamalkan, maka akan membekas dan bertambah serta banyak barakahnya. Sebaliknya, apabila ilmu tersebut tidak diamalkan, maka akan hilang dan tidak membawa keberkahan. Ruh ilmu dan kehidupannya adalah dengan mengamalkannya, dengan akhlak yang terpuji. Dengan mengajarkannya dan memberi nasihat.
Tidak ada daya serta upaya, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung. (Disalin dari Buku Adab Bergaul, karya Al-Ustadz Fariq Qasim Anuz hafidhahullah, halaman 117 – 126).
Syaikh Ali Hasan berkata, “Maka bertakwalah kepada Allah pada diri-diri mereka, orang-orang yang telah menjadi idola para pemuda agar mereka mengetahui bahwa amanat itu sesungguhnya sangat berat dan kewajiban itu sangat besar. Sesungguhnya tergelincirnya seorang ulama berarti tergelincirnya seisi dunia.
Saya katakan -dengan penuh kecintaan dan kejujuran- bahwa tergelincirnya seorang da’i akan mengakibatkan timbulnya segala kerusakan dan tidak ada yang dapat memberi jalan keluar, kecuali Allah.”
(Disarikan dari kitab _al-Mu’in ‘alaa Tahshi Adabil ‘ilmi wa akhlaaqil Muta’allimi_ yang dikumpulkan oleh Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid dari buku al-Fataawaa as-Sa’diyyah, penerbit Dar ash-Shumai’i, Riyadh, Saudi Arabia, cet. 1 th. 1413 H – 1993). []
Akhukum Fillah
Abdullah Sholeh Hadrami
Ingin download video, audio dan tulisan serta info bermanfaat ? Silahkan bergabung di Channel Telegram:
Channel YouTube: