SAUDARAKU,
FUDLALAH meriwayatkan dari Ubaid dari Rasulullah SAW, bahwasanya pada haji Wada’ beliau bersabda,
“Maukah kamu akau beritahu tentang orang-orang yang beriman? Orang yang beriman adalah orang yang mana orang-orang lain aman atas harta-harta dan jiwa-jiwa mereka. Orang Islam adalah orang yang mana orang-orang lain selamat dari (gangguan) lidah dan mulutnya. Orang yang berjuang adalah orang yang menundukkan jiwanya untuk selalu taat kepada Allah Ta’ala. Orang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan dosa-dosa baik yang besar maupun yang kecil.”
Abu Darda’ RA berkata, “Beribadahlah kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung, seolah-olah kamu melihat-Nya, dan anggaplah dirimu itu termasuk orang-orang yang sudah mati. Ketahuilah bahwa sesuatu yang sedikit, namun mencukupi itu lebih baik daripada sesuatu yang banyak, namun dapat melalaikan kamu. Ketahuilah bahwa kebaikan itu tidak akan rusak dan dosa itu tidak akan dilupakan.”
Saudaraku,
Ibnu Umar RA meriwayatkan dari Rasulullah SAW, di mana beliau bersabda, “Kebaikan itu tidak akan rusak, dosa itu tidak akan dilupakan, Tuhan tidak akan sirna (mati), dan jadilah kamu sebagaimana apa yang kamu kehendaki, yakni sebagaimana yang kamu amalkan, maka kamu akan dibalas.”
Al Faqih berkata, “Jika kamu mengerjakan perbuatan yang baik, maka kamu akan mendapatkan pahala kebaikan itu, dan jika kamu mengerjakan perbuatan yang jelek, maka kamu akan mendapatkan balasana kejelekan itu nanti pada hari kiamat.” Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri,” (QS. Al-Isra’: 7).
Saudaraku,
Maksudnya, Allah tidak akan menganiaya seseorang, di mana Dia tidak akan mengurangi sedikit pun pahala kebaikan seseorang, dan tidak akan menyiksanya tanpa adanya perbuatan dosa. Allah Ta’ala telah menunjukkan jalan yang benar, telah mengutus Rasul yang mulia sebagai pemberi nasihat kepada umatnya. Allah telah menjelaskan jalan untuk menuju ke surga dan jalan ke neraka.
Abu Hurairah RA menceritakan Nabi SAW, di mana beliau bersabda, “Perumpamaan antara aku dengan kamu adalah seperti perupamaan seseorang yang menyalakan api, lantas kupu-kupu (laron) datang berebut (untuk masuk ke) dalam api. Aku menahan kamu sekalian untuk tidak terjerumus ke dalam api (neraka).”
Saudaraku,
Ada yang meriwayatkan bahwa taubat Nabi Adam AS itu diterima oleh Allah karena lima hal, sedangkan taubat iblis, (semoga Allah mengutuknya) tidak diterima juga karena lima hal. Nabi Adam AS mengakui dirinya berbuat dosa, menyesali perbuatannya, menyesali perbuatannya, mencela dirinya sendiri, segera bertaubat, dan tidak berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Sedangkan iblis tidak mengakui dirinya berdosa, tidak menyesali perbuatannya, tidak mencela dirinya sendiri, tidak segera bertaubat dan berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Oleh karena itu, siapa yang keadaannya seperti Nabi Adam, maka diterima taubatnya, dan siapa yang keadaannya seperti iblis, maka tidak akan diterima taubatnya.
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham, di mana ia berkata, “Seandainya saya masuk neraka padahal saya taat kepada Allah itu lebih saya sukai daripada saya masuk surga padahal saya durhaka kepada Allah.” Maksudnya jika ia masuk surga padahal ia durhaka kepada-Nya, maka ia merasa malu kepada Allah karena dosa-dosanya, sedangkan jika ia masuk neraka padahal ia taat kepada-Nya, maka ia tidak merasa enggan dan malu serta ia bisa berharap untuk keluar dari neraka.
Saudaraku,
Diriwayatkan dari Malik bin Dinar bahwasanya ia bertemu dengan ‘Atabah Al Ghulam di suatu musim dingin. ‘Atabah memakai baju dan sedang berdiri merenung, dan ia basah kuyup karena keringat yang bercucuran. Malik bertanya kepadanya, “Apa yang menyebabkan kamu berdiri di tempat ini?” ‘Atabah menjawab, “Wahai guruku, ini adalah tempat di mana saya durhaka kepada Allah.” ‘Atabah sedang termenung memikirkan dosa-dosa yang ia lakukan di tempat itu, sehingga keringatnya bercucuran padahal berada di musim yang dingin, karena merasa malu kepada Allah Ta’ala. []
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin/Karya: Abu Laits As Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang