Oleh: Abu Umar
KEJADIAN ini saya alami pas bulan Ramadhan kemarin, yang baru lewat itu. Pagi-pagi sekali sehabis salat Subuh, saya di-SMS sebuah kepantiaan di luar kota—mengingatkan bahwa hari itu saya sudah dijadwalkan untuk mengisi pelatihan di luar kota. Segera saja saya menerobos Subuh yang dingin, dengan menahan kantuk yang luar biasa.
Sambil menunggu bis, saya tilawah. Sayang jika waktu terbuang di bulan Ramadhan percuma begitu saja. Setelah kira-kira lima menit, bis pun datang. Waktu itu, saya tidak terlalu memperhatikan bis tersebut karena sepertinya tidak ada yang aneh. Dalam bis, saya tilawah lagi. Hanya, baru saja dapat sekitar 2 halaman, saya sudah terlelap. AC bis yang dingin membikin kantuk tak terbendung.
Ketika sepertinya sudah merasa tidur cukup lama—mungkin sekitar setengah jam—saya bangun karena dikejutkan oleh bis yang berhenti dan semua penumpang turun. Di antara ambang kantuk yang masih menyerang, saya segera sadar, ternyata bis yang saya tumpangi adalah bis angkutan karyawan! Kelak saya bakalan tahu jika ternyata bis yang biasa saya tumpangi ini, sebelum jam 06 pagi, biasa dipakai jemputan karyawan sebuah pabrik di daerah perbatasan kota.
Dan ketika kesadaran sudah pulih sepenuhnya, saya tersentak kaget: saya berada entah dimana! Pabrik itu ternyata terletak jauh di perbatasan. Bayangkan, tidak ada kendaraan lain yang secara reguler lewat situ, kecuali milik pribadi. Tetapi hey, siapa gerangan kiranya yang bakalan “iseng” tiba-tiba ada di situ? Jika mau menunggu bis pabrik itu lagi, kira-kira mungkin tengah hari atau mungkin lebih buruk lagi, nanti malamnya.
Jadilah saya duduk bengong di bawah sebuah pohon. Bingung memikirkan bagaimana cara untuk kembali ke jalan yang benar. Memang ada juga ojek satu dua berseliweran, tapi ongkosnya, mencapai angka Rp. 70 ribu an. Itu, tentu saja tidak realistis buat saya.
Tiba-tiba saja, entah darimana datangnya, sebuah motor berhenti di depan saya. Pengendaranya membuka helm dan bertanya, “Mau ikut ke depan, Mas?”
Tanpa bertanya-tanya lagi, saya langsung naik. Ya Allah, seketika saya bersyukur. Dalam perjalanan itu saya ngobrol, dan menceritakan sejarahnya kenapa saya bisa terdampar di negeri entah-berentah itu. Si mas itu ternyata baru aja mengantar istrinya yang kerja di pabrik tersebut.
KEJADIAN itu sungguh membuka mata hati saya. Memberikan suatu ibroh atau pelajaran yang luar biasa berharganya.
Selama ini, jujur saja, di dunia dan kekinian kita, kita selalu saja dihadapkan dengan wajah-wajah dan kondisi yang tak ramah. Dunia yang kejam. Walau tidak sepenuhnya benar, tapi sering juga terjadi. Misalnya saja jika tengah mengendarai motor, di jalanan tidak sedikit yang selalu bisa bikin kita mengumpat. Mulai dari polisi yang kadang-kadang memaksakan diri mencari-cari kesalahan kita, sampai para pengendara motor lain yang sangat cuek dengan cara nyetirnya, tidak peduli dengan keberadaan dan keselamatan orang lain.
Nah, kejadian pagi itu menyadarkan pada saya, bahwa di zaman seperti sekarang yang nilai-nilai kebaikan sudah begitu tipisnya, orang itu memberi tahu bahwa masih ada yang namanya kebaikan, walaupun kecil. Kebaikan yang tidak didasari pamrih.
Saya jadi semakin terbuka. Waktu ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, ketika menanyakan alamat, orang-orang yang saya tanyakan ternyata benar-benar baik. Mereka, mulai dari tukang ojek, tukang dagang dan para preman, mau menunjukan jalan. Lantas, saya jadi berpikir, dunia ini memang masih ada orang-orang yang baik terhadap kita tanpa mengenal kita. Mereka tidak pernah mengharapkan pamrih.
Malah kita sering kali dibikin jatuh dengan kelakuan orang-orang yang kita kenal. Kenapa dia yang kita kenal dengan baik, kok tega-teganya melakukan hal itu kepada kita?
PELAJARAN lain yang saya dapatkan adalah bahwa ketika kita melakukan kebaikan, jangan pernah berbatas. Jangan pernah memandang kebaikan kita sekecil apapun, kepada siapapun. Karena kita yakin, dalam bentuknya yang lain, kebaikan itu akan kembali lagi kepada kita. Suatu hari nanti. Kalau tidak sekarang, pasti kelak di kehidupan yang lain. Karena Allah tak akan pernah salah menghitung! []