Oleh: Haerudin Mubarok
Editor Penerbit Darussunah
KITA bersepakat bahwa kebodohan adalah musuh bagi kemanusiaan yang harus diperangi. Karena manusia bisa diangkat derajatnya begitu tinggi oleh Allah semata-mata karena manusia diberikan akal untuk berfikir dan belajar sehingga ia bisa keluar dari gelapnya kebodohan.
Namun kita mungkin keliru mengartikan kebodohan yang hakiki dengan memahaminya sebagai ketidakmampuan membaca dan menulis, atau miskin wawasan, karena dalam islam ada pengertian tersendiri tentang makna kebodohan yang hakiki.
Kebodohan hakiki seorang manusia menurut islam bukanlah ketika ia tidak bisa membaca dan menulis atau kurang cepat menghafal dan mudah lupa. Karena hal itu bukanlah inti dari kebodohan. Sebab mungkin saja orang yang tidak bisa membaca atau menulis bukan karena ia bodoh tapi karena tidak punya kesempatan untuk belajar dan bersekolah atau tidak punya biaya. Tapi kebodohan yang hakiki menurut islam ialah ketika seseorang enggan menerima kebenaran islam yang sudah diketahuinya.
BACA JUGA:Â Tanda-tanda Orang Bodoh
Adalah Amr bin Hisyam, tokoh terkemuka suku Quraisy yang dikenal dengan Abu Jahal bisa dijadikan contoh dalam hal ini. Abu Jahal sendiri adalah julukan yang berarti biangnya kebodohan. Dari julukannya itu, kita memahami bahwa seakan tidak ada orang yang paling bodoh di bumi ini melebihi Abu Jahal. Padahal secara kognitif, beliau bukanlah orang bodoh dan terbelakang.
Ia bukan jg seorang yang miskin wawasan. Dia pemuda cerdas yang benasab tinggi yang berasal dari suku terkemuka Bani Makhzum. Kaumnya bahkan memberi kuniyah Abu Al-Hakam (Seorang yang jitu pemikiran dan keputusannya). Dalam perkumpulan bersama kaumnya, pendapat dan arahannya sering kali dijadikan pertimbangan dan rujukan. Bahkan karena saking hebatnya, kecerdasan usulannya pun mendapatkan pengakuan dari iblis
Siang itu Kamis 25 Shafar tahun 14 dari kenabian, tokoh-tokoh terkemuka suku Quraisy yang tidak suka dengan dakwah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam berkumpul di Darun Nadwah. Mereka berkumpul untuk membahas bahaya dakwah Nabi yang mengancam eksistensi agama mereka sekaligus memikirkan bagaimana caranya menghentikan gerakan baru tersebut.
Tampak dalam perkumpulan tersebut ada kabilah Bani Makhzum yang diwakili Abu Jahal. Bani Naufal diwakili oleh Jubair bin Muth’am dan Thuaimah bin Adiy, serta al-Harits bin Amir, tampak juga Jubair bin Rabiah, Abu Sufyan bin Harb (yang kala itu belum memeluk Islam) menjadi wakil dari Bani Abdusy Syams, sementara An-Nadhar bin al-Harits tokoh yang pernah meletakkan isi perut kambing di punggung Rasulullah, mewakili Bani Abdud Dar. Selain dari mereka, hadir juga Abul Bukhturi bin Hisyam, Zam’ah bin Al-Aswad, dan Hakim bin Hisyam dari Bani Asad. Dan dari Bani Sahm hadir Nabih bin al-Hajjaj, sedang dari Bani Jamh datang Umayyah bin Khalaf.
BACA JUGA:Â Si Anak Bodoh & Anak Pintar
Masing-masing dari mereka memberi usulan. Abul Aswa mengawali dengan mengusulkan Agar Rasulullah dibuang saja ke negeri lain. Namun usulan ini ditolak oleh mereka karena mereka sadar akan kepribadian Rasulullah yang memukau, takut kalau di negeri tersebut Rasulullah malah mengkader dan membentuk kekuatan Islam dari suku-suku lain.
Abul Bukhturi memberikan usulan kedua agar Rasulullah dipenjara saja hingga menemui ajalnya di dalam penjara. Tapi, lagi-lagi usulan ini juga tertolak. Sebab mereka tahu para Sahabat Rasulullah tidak akan tinggal diam untuk membebaskan Rasulullah dan kelak akan tetap menaklukkan Mekah.
Setelah dua usulan ini tertolak, datanglah Abu Jahal, tokoh tercerdas di antara mereka dengan usulannya. Abu Jahal mengusulkan agar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam segera dibunuh saja. Karena tak ada cara lain menghentikan dakwah Islam yang semakin meluas selain membunuh pengusungnya. Tapi ia menyarankan agar Rasulullah tidak dibunuh dengan satu orang karena kaumnya pasti akan marah dan menuntut balas atas kematiannya. Tapi ia menyarankan agar tiap-tiap kabilah Quraisy mengutus seorang pemuda yang kuat perkasa, lalu secara bersama-sama pemuda-pemuda tersebut mendatangi Rasulullah dan membunuhnya serentak.
Ketika Rasulullah telah terbunuh dengan cara demikian, maka tanggung jawab atas kematiannya terbagi secara merata pada semua kabilah Quraisy, hingga Bani Abdul Manaf tidak akan membuat balasan dan kemungkinannya mereka hanya akan menuntut diyat (denda).
Usulan yang brilian ini membuat perkumpulan Darun Nadwah saat itu langsung ditutup dan mereka segera menyiapkan beberapa pemuda kuat dari masing-masing kabilah untuk membunuh Rasulullah. Mendengar usulan yang demikian, Iblis pun memuji kecerdasan Abu Jahal dalam perkumpulan tersebut.
Namun setelah rencana itu dibuat, Jibril turun menyampaikan wahyu kepada Rasulullah agar Beliau hijrah menyusul para sahabatnya yang telah lebih dulu berangkat ke Madinah. Hingga pada akhinya Rasulullah pun selamat dan meninggalkan tanah kelahirannya. Demikianlah mereka membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya mereka dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Dalam kitab Wa Syahida Syahidun Min Ahliha karangan Raghib as-Sirjani pun kita bisa mendapatkan kisah pengakuan Abu Jahal kepada keponakannya Masur bin Mukhramah dan sahabatnya Akhnas bin Syariq akan kejujuran Rasulullah dan kebenaran dakwahnya. Hanya saja ia tak terima dan mau mengakui kalau Bani Makhzum akhirnya harus kalah dari Bani Hasyim karena Bani Hasyim sekarang memiliki seorang Nabi dan Bani Makhzum tidak. Maka tersematlah gelar Abu Jahal pada dirinya.
Ibrah yang bisa diambil dari sini bahwa kebodohan yang hakiki bukanlah ketika kita cacat mental dan tak bisa sekolah formal atau miskin wawasan dan buta aksara. Tapi kebodohan hakiki ialah manakala kita dengan segala kecerdasan dan gelar yang kita miliki buta dan tak mau mengikuti kebenaran islam. Wallahu a’lam. [] Â
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.Â
Â