DALAM hadis, Rasulullah SAW menyebut ada empat hal yang menjadi pertimbangan kala memilih calon pasangan hidup.
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Perempuan dinikahi lantaran empat hal ; yakni hartanya, garis keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka dapatkanlah wanita yang memiliki agama. Rugi engkau (bila tidak melaksanakan apa yang aku perintahkan) (HR. al-Bukhari)
Dikutip dari pendapat Dr. Najah binti Ahmad Zhihar dalam kitabnya ‘Ya Ma’syarar Rijal Rifqan bin Nisa’, ada sebagian orang memahami, bahwa kecantikan lah yang dianjurkan untuk diutamakan. Padahal, dalam hadis di atas, Rasulullah SAW menyebutkan kriteria-kriteria atau menjelaskan keinginan-keinginan umum kaum lelaki yang mendorong untuk menikahi perempuan.
Keinginan-keinginan ini ditolak oleh Rasulullah SAW bila dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai baik buruknya perempuan. Maka, di akhir hadis, Beliau menjelaskan barometer tepat dan akurat dalam memilih istri, yakni agamanya.
Dr Najah menjelaskan secara rinci tentang frase bahasa dan susunan balaghah (retoris) barometer hadis tersebut, serta makna-makna yang tersirat darinya.
BACA JUGA: Karena Cantik Engkau Dinikahi
Kalimat ini diungkapkan dengan kata kerja perintah dengan diawali huruf fa’ (فَاظْفَرْ, maka dapatkanlah), yang menambah kekuatan dorongan melakukan perbuatan ini dan tidak berlamban-lamban.
Di hadis lain, Rasulullah bersabda:
لَا تَزَوَّجُوْا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ . فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَن يُرْدِيْهِنَّ . وَلَا تَزَوَّجُوْهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ . فَعَسَى أَمْوَالِهِنَّ أَنْ تَطْغِيْهِنَّ . وَلَكِنْ تَزَوَّجُوْهُنَّ عَلَى الدِّيْنِ . وَلَأَمَةُ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِيْنٍ أَفْضَلُ
“Janganlah kalian menikahi para wanita lantaran kecantikan mereka karena boleh jadi kecantikan itu menjerumuskan mereka. Dan jangan menikahi mereka karena harta mereka karena boleh jadi harta itu membuat mereka bertindak melampaui batas. Tapi nikahilah para wanita berdasarkan agamanya. Sungguh budak wanita yang telinganya cacat dan berkulit hitam namun memiliki agama itu lebih baik.” (HR. Ibnu Majah)
Di dalam hadis lain, Rasulullah bersabda:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَة
“Dunia itu kesenangan (sampai satu waktu tertentu), dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita yang shalehah.” (HR. Muslim)
Nabi SAW memposisikan perempuan lebih berharga dari emas dan perak. Perempuan lebih utama dibanding tumpukan harta benda, apa pun jenis dan macamnya.
Diriwayatkan dari Tsauban, ia menuturkan:
“Ketika turun ayat tentang (ancaman siksaan) menumpuk-numpuk emas dan perak (yang tidak dibayarkan zakatnya), para sahabat bertanya,’Lantas harta apa yang pantas kita miliki?‘
Umar berkata, ‘Aku akan beritahukan hal itu pada kalian. Ia pun naik ke atas punggung ontanya, lalu menyusul Nabi SAW sedangkan aku mengikuti dari belakangnya. Umar bertanya,’Wahai Rasulullah, harta apa yang pantas kami miliki ?’
Beliau bersabda, ‘Hendaklah engkau memiliki hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang terus berzikir, dan istri mukminah (wanita yang beriman) yang menolongmu dalam urusan akhirat.'” (Shahih Sunan Ibni Majah)
Namun, mengutip pendapat Ustadz Amar Abdullah bin Syakir, banyak orang menunda-nunda dan bermalas-malasan menyambut arahan ini sembari mengemukakan berbagai justifikasi lemah. Alasannya, bahwa kecantikan membuatnya bisa menahan pandangan dari hal-hal yang haram, mempertahankan kesucian dirinya dan menjaga syahwatnya dari tindak penyimpangan.
Padahal, tak ada yang lebih mengerti dan lebih memahami keinginan-keinginan jiwa daripada Rasulullah SAW, tidak ada pula yang lebih mengetahui cara-cara menjinakkan syahwat daripada beliau.
Andai logika kecantikan semata itu sudah benar, tentu beliau orang pertama yang menerapkannya, mengingatkannya dan mengkampanyekannya. Akan tetapi beliau bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ رَأَى امْرَأَةً تُعْجِبُهُ فَلْيَقُمْ إِلَى أَهْلِهِ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
“Siapa pun lelaki melihat wanita yang membuatnya mengaguminya, hendaklah ia bangkit mendatangi istrinya. karena istrinya ini memiliki apa yang dimiliki wanita tersebut.” (HR. Ad-Darimiy)
Sisi-sisi kecantikan pada diri perempuan bukanlah tubuh dan penampilan luar yang menipu.
Kecantikan perempuan terletak pada sifat wara’nya dan takwanya yang menambah cahaya dan iman dalam hatinya, sehingga mata suami sejuk melihatnya dan merasa senang.
Kecantikan seorang perempuan terletak pada kehangatan kasih sayangnya dan perasaannya, sehingga perasaan dan cinta suami bergerak ke arahnya.
Kecantikan perempuan terletak pada kelembutan karakter dan kehalusan tabiatnya, sehingga dari situ muncullah kepribadian dan kekuatan lelaki.
Kecantikan perempuan terletak pada pandangannya yang syahdu dan suaranya yang hangat sehingga suami merasakan ketenangan di sisinya.
Kecantikan perempuan terletak pada senyumnya yang menambah pesona wajahnya dan menjadikan hati suami semakin gembira dan suka cita.
Kecantikan seorang wanita terletak pada kemengertiannya. Maksudnya, bukan terletak pada ilmunya yang diperoleh demi meraih ijazah. Tapi ilmunya yang benar-benar dimengerti dan diambil dari sumber mata air Islam yang jernih.
Kecantikan seorang perempuan terletak pada sejauh mana ia memahami tanggung jawabnya yang hakiki terhadap rumah, anak-anak, masyarakat dan umatnya.
Kecantikan perempuan terletak pada kemampuannya atau bahkan ambisinya untuk terus memberikan pengorbanan yang kontruktif.
Rahasia kecantikan perempuan ini hanya diketahui oleh segelintir orang dari kaum lelaki yang memiliki keimananan yang mendalam, akal yang sadar dan perasaan peka yang mengetahui tempat-tempat kecantikan.
BACA JUGA: Nikahi Wanita Cantik dan Berkedudukan Tinggi, Bolehkah?
Kisah berikut bisa menjadi gambarannya:
Dikisahkan seorang pemuda tengah menjalani masa tugas. Ia melangsungkan akad nikah dengan cara mewakilkan. Ia belum pernah melihat pengantin wanitanya kecuali di waktu hendak melangsungkan malam pertama dengannya. Ketika matanya melihat wanita tersebut, ia merasa tidak menyukainya karena kurang cantik. Ia pun membalikkan badan dan tenggelam dalam tidur nyenyak.
Ia belum tersadar kecuali saat istri membangunkannya untuk shalat malam dengan suara hangat penuh kasih sayang dan memercikkan air ke wajahnya dengan sangat lembut, seraya berkata:
“Aku tidak menikah kecuali supaya aku mengamalkan hadis ini. Yakni sabda Rasulullah SAW, “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun pada waktu malam lalu shalat dan membangunkan istrinya, jika istri enggan bangun, ia memerciki wajahnya dengan air. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun pada waktu malam lalu shalat dan membangunkan suaminya, jika suami enggan bangun, ia memerciki wajahnya dengan air.” (HR. Abu Dawud)
Di sini, lelaki itu merasakan ada semacam getaran menjalar ke seluruh tubuhnya dan goncangan yang ia tidak mengetahui hakikatnya menggoncang hatinya, serta pudarlah perasaan-perasaan palsu yang menguasai dirinya sehingga mata hatinya menangkap cahaya kebenaran.
Ia angkat pandangannya ke arah istrinya, dan ia melihatnya sebagai wanita yang berbeda. Ia melihatnya dengan tolak ukur kecantikan yang tidak dimengerti selain oleh hati-hati yang benar-benar beriman.
Sejak saat itu, ia melihatnya sebagai wanita paling jelita di dunia ini. Inilah laki-laki beriman, yang memahami kecantikan dengan hati dan keimanannya, bukan dengan mata kasar dan hawa nafsunya semata.
Dialah seorang lelaki yang mengerti rahasia kecantikan perempuan, setelah sempat terlena sebelumnya. Maka ia menemukan kebahagiaannya dan matanya berbinar bersuka cita. []
Referensi: Ya Ma’syarar Rijal Rifqan bin Nisa/Karya: Dr. Najah binti Ahmad Zhihar/Penerbit: As Salam Publishing