UMMUL Mukminin Aisyah r.a dikenal sebagai ahli fikih, hadis dan sastra. Ia konsisten dalam berpijak pada nash-nash Al-Qur’an dan tidak mau memberikan toleransi sedikit pun pada ia yang bergeser dari aturan Al-Quran.
Contohnya, ketika disampaikan kepadanya sebuah riwayat bahwa Nabi SAW bersabda, “Suatu hari Nabi SAW menengok mayat para pembesar Quraisy yang dimasukkan ke dalam sumur. Lalu beliau menyeru mereka, ‘Apakah kalian telah merasakan kebenaran janji Allah atas kalian? Sesungguhnya kau telah melihat kebenaran janji Allah atasku!’ Beliau lalu ditegur oleh salah seorang ssahabat, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau meneyeru kaum yang telah menjadi bangkai?’ Beliau menjawab, “Kalian tidaklah lebih mendengar apa yang aku katakan daripada mereka! Hanya saja mereka tidak dapat menjawab perkataanku!” (H.R Bukhori, Muslim Ahmad dan An-Nas’i, dengan redaksi beragam, dari Ibnu Umar Qatadah. Redaksi hadist ini sesuai Riwayat Bukhori).
BACA JUGA: Aisyah, Ahli Hadis yang Kritis
Aisyah menolak bagian hadist, “Kalian tidaklah lebih mendengar apa yang aku katakan daripada mereka! Hanya saja mereka tidak dapat menjawab perkataanku!”
Aisyah menolak berdasarkan firman Allah pada ayat, “Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.(Faathir: 22).
BACA JUGA: Kedudukan Aisyah di Hati Rasulullah
Menurut Aisyah, yang benar adalah bahwa Nabi SAW bersabda, ”Sungguh kalian tidak lebih mengetahui dari pada mereka tentang apa yang ku katakan.” Hingga terjadi beberapa penelitian dan diambillah jalan tengah yang benar-benar pasti. Dan memang secara faktual dibutuhkan ahli hadist dan ahli fikih. Keduanya harus berdampingan dan tidak boleh hilang salah satunya. []
Sumber: Sunnah Nabi Dalam Pandangan Ahli Fikih Dan Ahli Hadits/Penulis: Muhammad Al-Ghazali/Penerbit: Khatulistiwa Press / 2012