Oleh: Ustadz Anwar Djaelani
BERUNTUNGLAH seorang Muslim yang menjumpai bulan Sya’ban. Sebab, hal itu menandakan bahwa pertemuan dia dengan Bulan Istimewa –Ramadhan- sudah sedemikian dekat. Maka, terkait itu, jangan biarkan Sya’ban berlalu tanpa kita penuhi dengan berbagai amal shalih.
Sya’ban, Sya’ban!
Sya’ban diapit dua bulan mulia, Rajab dan Ramadhan. Rajab adalah salah satu di antara empat bulan mulia yang ditetapkan Allah, yaitu Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab (baca QS Al-Baqarah [2]: 194 dan QS At-Taubah [9]: 36).
Rasulullah SAW menyebut Sya’ban sebagai bulan yang sering dilupakan orang. Dilupakan karena berada di antara dua bulan yang ‘menyita perhatian’, yaitu Rajab dan Ramadhan. Rajab diperhatikan karena –sekali lagi- merupakan salah satu dari empat bulan Haram. Sementara, Ramadhan dirindukan karena di bulan itu ada kewajiban berpuasa sebulan penuh di dalamnya.
Terkait dengan datangnya Ramadhan -bulan penuh berkah-, maka adalah benar jika kita antusias dalam menyambutnya. Sebab, sebentuk ibadah kepada Allah yang istimewa –yaitu berpuasa- akan segera menambah catatan ketundukpatuhan kita kepada Sang Pencipta. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku“ (QS Al-Dzaariyaat [51]: 56). “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS Al-Baqarah [2]: 183).
Atas berbagai keutamaan bulan Ramadhan, lalu banyak di antara kita yang sibuk menyongsongnya dengan melakukan sejumlah persiapan. Hanya saja, sering terlihat bahwa persiapan yang kita lakukan banyak yang tak menjurus kepada usaha-usaha agar kualitas amaliyah puasa Ramadhan kita menjadi jauh lebih baik ketimbang di tahun-tahun sebelumnya.
Pendek kata, sering di saat Sya’ban, banyak kesibukan kita yang tak bersinggungan langsung dengan upaya agar puasa Ramadhan kita benar-benar seperti yang disunnahkan Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, kita sering ‘heboh’ dengan urusan-urusan yang tak cukup mendasar urgensinya. Lihatlah, misalnya, para pedagang sibuk menyiapkan dagangannya sebanyak mungkin untuk menghadapi gairah ‘permintaan’ dalam menyambut Idul Fitri. Banyak pula yang bekerja lebih keras agar bisa mengumpulkan lebih banyak rupiah sebagai bekal pulang mudik. Contoh serupa itu sangat banyak di sekitar kita. Akibatnya, banyak orang yang lalai di bulan Sya’ban. Cermatilah peringatan ini: “Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan” (HR An-Nasa’i).
Terutama dalam situasi ketika banyak orang yang lalai, maka sangat dianjurkan agar kita tetap istiqomah mengerjakan ketaatan kepada Alah. Teruslah beribadah di waktu-waktu yang dilalaikan oleh kebanyakan orang. Misalnya, tetaplah tegakkan qiyamul-lail (shalat tahajjud) di saat kebanyakan orang terlelap pulas. Tetaplah tunaikan shalat dhuha di saat-saat kebanyakan orang sibuk memburu rizki. Kecuali dua contoh di atas, masih banyak contoh lain yang serupa dengan itu. Sekali lagi, terus lakukanlah amal shalih sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah di saat manusia lainnya lalai. Inilah praktik amaliyah yang disukai Allah.
Di bulan Sya’ban kita dianjurkan untuk meningkatkan pelaksanaan amal shalih seperti yang secara umum telah disyariatkan di bulan-bulan lain, seperti: shalat sunnah rawatib, qiyamul-lail, membaca Al-Qur’an, bersedekah dan lain-lainnya. Kecuali itu, ada satu amaliyah yang secara khusus mendapat perhatian Nabi Muhammad SAW yaitu memerbanyak puasa sunnah di hampir sepanjang Sya’ban.
Bersabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya: “Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu aku amat suka jika di saat amalanku dinaikkan, aku dalam kondisi berpuasa” (HR An-Nasa’i).
Singkat kata, mari muliakan Sya’ban dengan semestinya dan jangan melalaikannya. Lebih dekatlah kepada Allah. Di bulan Sya’ban kita perlu melakukan persiapan, baik fisik maupun spiritual. Hal ini penting, sebab Sya’ban adalah semacam awalan untuk memasuki bulan Ramadhan.
Sejumlah amal shalih berikut ini, bisa kita lakukan secara lebih rajin dan khusyu’ di bulan Sya’ban.
1). Memperbanyak puasa sunnah. Nabi Muhammad SAW lebih banyak melakukan ibadah puasa sunnah dalam bulan Sya‘ban, dibanding dengan bulan-bulan yang lain.
2). Bertaubat dan beristighfar. Memang, bertaubat dan beristighfar dapat dilakukan kapan saja. Hanya saja, menyambut bulan Ramadhan hendaknya ditingkatkan lagi kesungguhan kita dalam bertaubat.
3). Memperbanyak dzikir dan doa.
4). Memperbanyak shalat sunnah, terutama di waktu malam.
5). Memperbanyak bersedekah.
Orang yang beruntung adalah mereka yang mencermati penggunaan waktu yang dimilikinya. Akan beruntung jika kesehariannya-siang dan malam-digunakan untuk sebesar-besar usaha mendekatkan diri kepada Allah. Akan bermanfaat jika kesehariannya dipakai untuk sebanyak mungkin beramal-shalih.
Jangan pernah berhenti beramal-shalih, kecuali kematian benar-benar telah datang. Jika posisi kita sudah seperti itu (yaitu tak putus beramal shalih), maka kapanpun ajal menjemput tak akan menjadi masalah.
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal),” (QS al-Hijr [15]: 99).
Yakinilah, manusia terbaik adalah mereka yang panjang umurnya dan bagus amal-shalihnya. Sebaliknya, manusia terburuk adalah mereka yang panjang umurnya namun buruk amalnya. Maka, kata kuncinya adalah: Kelolalah waktu dengan sebaik mungkin dan kesemuanya kita isi dengan beragam ibadah kepada Allah!
Siap, Bersiaplah!
Alhasil, penuhilah bulan Sya’ban dengan berbagai amal shalih. Jangan abaikan kehadirannya. Semoga semua aktivitas kita di bulan Sya’ban (terutama dalam hal memerbanyak puasa sunnah) mampu mengantar kita untuk menjadi lebih siap dalam memasuki Ramadhan. []