KEIMANAN dari mana datangnya?
Pada saat Rasulullah ﷺ berdakwah untuk pertama kalinya dan menyuruh orang-orang untuk masuk Islam maka tidak banyak orang yang ingin menerimanya. Hanya orang-orang terdekat lah yang menerima dakwah beliau secara langsung mempercayainya dan memeluk agama Islam. Pada awal Rasulullah ﷺ berdakwah tidak semua orang langsung mempercayainya dan langsung masuk Islam. Kebanyakan dari mereka ragu apakah yang dibawa oleh Muhammad adalah kebenaran. Ada juga dari mereka yang tidak ingin menerima Islam karena tidak menyukai ajaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.
BACA JUGA: 3 Puncak Keimanan Seorang Muslim
Hal ini memang sangat bersangkutan dengan masalah keimanan. Pasalnya hanya dengan keimanan lah kita dapat menerima atau tidak menerima, melakukan atau tidak melakukan, memilih atau tidak memilih, memang sangat sulit untuk sebagian orang. Namun ada juga orang yang memilih tanpa keraguan sedikitpun di dalam hatinya. Contohnya adalah Abu bakar As Siddiq. Iya tidak mempunyai sedikitpun keraguan dalam hatinya. Ia langsung memercayai apa yang disampaikan Nabi Muhammad ﷺ dan langsung memeluk Islam. Demikian itulah keimanan.
Mungkin sebagian orang merasa bahwa hidup pada zaman Rasulullah ﷺ atau pada zaman tegaknya peradaban Islam dapat membuat keimanan seseorang itu lebih kuat dibandingkan dengan zaman sekarang. Sebenarnya bukan itu yang menjadi dasar keimanan seseorang menjadi kuat. Namun yang membuat keimanan seseorang menjadi kuat adalah meyakini tanpa ragu dan mempercayainya dengan 100% percaya seperti Abu bakar As Siddiq yang langsung yakin dan percaya dengan Islam ketika disampaikan kepadanya.
Hidup pada zaman Nabi bukanlah hal yang dapat membuat keimanan seseorang menjadi kuat. Faktanya ada dari para sahabat yang murtad bahkan tidak sedikit jumlahnya. Salah satu contohnya ialah Rajjal bin Unfuwah. Iya adalah sahabat yang rajin baca al-quran dan suka beribadah setelah memeluk agama Islam. Akan tetapi ia malah berbalik kepercayaannya kepada Musailamah Al kadzab sepeninggal Rasulullah ﷺ.
BACA JUGA: 5 Cara Meningkatkan Iman
Sebelumnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda ketika sedang berada di suatu majelis bersama sebagian sahabat. Beliau bersabda, “sungguh salah seorang Di Antara kalian ada yang gigi gerahamnya berada di neraka lebih besar daripada gunung Uhud.” Berjalan dengan seiringnya waktu orang yang ada pada majelis tersebut lama-kelamaan meninggal dunia hingga hanya tersisa lah Abu Hurairah dan Rajjal bin Unfuwah. Saat itu Abu Hurairah sangat ketakutan bahwa jangan-jangan iya yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ yang gigi gerahamnya berada di neraka. Ternyata pada akhirnya rajjal bin unfuwah lah yang gigi gerahamnya berada di neraka. Rajal mengutarakan sendiri kemurtadannya dengan perumpamaan:
“Jika ada dua ekor domba yang saling berselisih dengan tanduknya yang aku cintai adalah domba kami.”
Maksudnya ialah rajjal bin unfuwah lebih memilih orang yang mengaku nabi dari kabilahnya sendiri yaitu Bani Hanifah. Raja bin unfuwah juga yang membuat banyak dari kaum muslimin ikut murtad dan mengikuti nabi palsu Musailamah Al Kadzab.
Raja bin unfuwah saja seorang sahabat nabi dan dekat dengan beliau dapat murtad gara-gara kaumnya sendiri. Lantas bagaimana dengan orang yang hidup pada zaman sekarang yang murtad nya hanya karena cinta harta tahta dan hawa nafsu?
Itu hanya hal sepele yang membuat orang keluar dari agama Islam. Masuk dan keluarnya seseorang dari agamanya harusnya berasal dari keimanan karena jika bukan dari keimanan mungkin suatu saat nanti seseorang itu akan kembali ke agamanya yang dulu. Meyakini agama Islam adalah agama yang benar sama seperti kita meyakini satu ditambah satu sama dengan dua. Walaupun ada seseorang yang sudah diakui kecerdasannya oleh dunia mengatakan bahwa 1 + 1 = 11, tentukan saja kita pasti meyakini bahwa 1 ditambah satu sama dengan dua.
BACA JUGA: 3 Tanda Orang Beriman dalam Islam
Keimanan itu harus timbul dari proses berpikir. Karena hanya dari proses berpikir sajalah seseorang itu memiliki keimanan. Seorang muslim itu harus meyakini bahwa hanya Allah sajalah Tuhan yang patut disembah dan meyakini bahwa Allah menciptakan segala sesuatu sebagai tanda kebesaran-Nya. Keimanan itu harus benar-benar dari proses berpikir seperti kisahnya Nabi Ibrahim alaihissalam. Nabi Ibrahim dapat menemukan Tuhannya yang ia cari-cari yang tidak akan pernah mati yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Ibrahim dapat menemukan Tuhannya karena proses berpikir.
Demikianlah keimanan seseorang itu harus dilandasi dengan proses berpikir karena keimanan itu harus timbul dari berpikir dan meyakini dengan sepenuh hati. Lalu kita memperkuat keimanan agar lebih kokoh dan mempercayai sepenuhnya Islam sebagai satu-satu agama yang paling benar dengan mendalami dan mempelajari Islam secara kaffah, mulai dari akidah, akhlak, maupun syariah-Nya. []
Oleh: Hilmi Fauzi
(siswa kelas 8 Sekolah Thafiz Plus Khoiru Ummah Purwakarta tingkat Menengah Pertama)